"Cintailah apa yang kamu cintai itu sekedar saja, mungkin suatu hari (saat) dia menjadi yang paling kamu benci. Bencilah sekedar saja, barangkali suatu hari, dialah yang paling kamu cintai."
Pesan bijak di atas. Bukan berarti kita mediokritas atau serba tanggung. Bukan itu. Melainkan lebih pada proporsi yang lebih seimbang dan adil.Â
Kadang, kita di Indonesia ini, inilah di antara penyakit kebangsaan kita.Â
Berlebihan cinta dan benci pada satu tokoh.Â
Berlebihan cinta dan benci pada satu ideologi, turunan, suku, ras, dan kulit lainnya.Â
Bisa berlebihan lantaran sangat cinta dan benci pada agama.Â
Bisa berlebihan karena sangat cinta dan benci kemanusiaan.Â
Bisa berlebihan karena sangat cinta dan benci kenasionalan.Â
Bisa berlebihan karena sangat cinta dan benci kedemokrasian.Â
Bisa berlebihan karena sangat cinta dan benci kesosialan.
Memang, tetaplah perlu merasa berharkat. Harga diri sebagai suku tertentu perlu dimuliakan. Namun, tak harus menistakan suku atau orang lain. Sebab, mereka yang tak dapat menghargai sukunya sendiri akan kehilangan identitas. Orang yang kehilangan identitas tak akan bisa maju. Sebaliknya, orang yang berlebihan bangga dengan suku dan etnisnya, cenderung sombong, angkuh, dan arogan.