Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

FDS Mengotak Pendidikan Terbelah Dua?

14 Juni 2017   15:20 Diperbarui: 14 Juni 2017   15:40 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Antara dari relai Republika Red: Ani Nursalikah

Gambaran di atas itukah contoh sekolah yang mau full day school (fds), sekolah sepenuh sehari? Ahai!

Pak Anies Baswedan semasa Mendikbud membikin kurikulum ganda: antara kurikulum 2013 yang disebutnya waktu itu "setengah matang" dan kembali kepada KTSP 2006? Paska Pak Anies diberhentikan dari Mendikbud, Pak Muhadjir Effendy sebagai penggantinya, bukannya Pak Muhadjir memurnikan kurikulum menjadi satu (seragam), malahan membikin wacana full day school (fds), sekolah sepenuh hari. Wacana fds menimbulkan sedikit pro-kontra. Namun kini, Pak Muhadjir bersikukuh menerapkan fds dan sebagai kompensasinya, tinggal lima hari sekolah, dari hari Senin sampai dengan Jumat.

Lengkap sudah pengotakan pendidikan nasional, dari penerapan kurikulum yang terpecah dua hingga penerapan hari sekolah. Berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah, 5 hari sekolah berlaku sejak tahun ajaran 2017-2018? Dan sekolah yang belum dapat melaksanakan ketentuan hari sekolah sebagaimana dimaksud tetap melaksanakan ketentuan 40 jam seminggu.

Peraturan demikian bisa bertafsir ganda, sehingga secara sadar atau tidak, Mendikbud langsung atau tidak mengotak pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Terlalu mudah kita mengidentifikasi pemecah bangsa yang bersifat perlawanan fisik, seperti GAM dan OPM, serta isu teroris kini? Namun agak musykil kita menegur pejabat yang melakukan berbagai kebijakan yang pro-kontra. Padahal, pemerintah mesti membuat aturan yang tegas, kalau mau diterapkan ya, terapkan saja. Kalau tidak, ya tidak.

Substansi

Banyak pakar ilmu sosial yang ngomong, fokuslah pada esensi dan substansinya, jangan terpaku pada bentuk formalitasnya. Namun, terhadap dunia pendidikan, mereka yang anti-formalitas, malahan lebih tertumpu ke bentuk kerangka formalnya. Tanpa menatap substansi pokok persoalan pendidikan nasional.

Sebagai guru, saya mengamati dan mencermati, mau setengah hari hingga sepenuh hari, mau seminggu, 7 hari, 6 hari, 5 hari, dan seterusnya  kita obok-obok belum banyak menyentuh pangkal pendidikan yang sebenarnya. Jadi bagi saya, dengan fds dan kompensasi libur hari Sabtu tak akan menjadi jaminan kualitas sekolah nasional tambah baik. Justru bisa sebaliknya, tambah runyam? Semoga tidak!

Aku agak heran dengan kebijakan pendidikan kita, terutama akhir-akhir ini yang berkutat pada persoalan cabang daripada akar persoalan bangsa Indonesia. Sudah demikian, mereka masih enteng mengatakan akan berguru ke luar negeri terkait pendidikan, ke Finlandia? Aduhai, bukan hanya bidang ekonomi dan politik kita dihegemoni, melainkan juga bidang pendidikan kita didikte, bahkan taklid?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun