Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Awas 'Barang Mainan Dewasa' Bisa Buat Ketergantungan dan Gila!

21 Maret 2017   16:26 Diperbarui: 22 Maret 2017   00:14 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Nendra Rengganis

Bukan hanya bayi atau anak-anak TK yang asyik bermain dengan barang mainan, seperti mobil-mobilan dan boneka. Ada jenis barang mainan anak-anak yang menjadi mega bisnis dunia. Kadang, kalau kita sebagai orangtua membawa anak-anak ke pasar, kita sedikit agak kewalahan menyikapi barang mainan yang dilirik anak-anak di toko mainan, yang sangat menarik buat anak-anak.

Sejak kecil, barang mainan menjadi obyek transisional yang menghubungkan seorang anak dan orangtuanya, Ibu khususnya. Ujar sosiolog, Eviatar Zerubavel. Barang mainan itu menjadi media atau agen yang menjembati anak bisa sementara ditinggal ibunya. Mobil-mobilan, boneka, mainan hewan, dan lainnya membuat anak asyik bermain dalam membentuk zona transisi anak pada orangtuanya.

Ternyata, banyak orang dewasa yang masih bergantung atau tergantung dengan barang mainan (metafora-literal), seperti HP, televisi, mobil, barang elektronik, dan perhiasan lainnya. Semacam kebutuhan emosional agar mereka merasa terhubung. Alat komunikasi gadget, seperti HP kini utamanya sudah menjadi semacam barang mainan permanen bagi setiap orang, dari anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, dan bahkan sebagian manula. 

Kita dapat dengan mudah menyaksikan orang ber-hp di mana-mana. Dari bilik tidur, ruang makan, dan bahkan hingga toilet. Dari rumah hingga tempat kerja. Dari halte hingga jalanan. Dari jalanan hingga tempat keramaian lainnya. Malahan meski dilarang, beberapa orang bermain HP sambil berkenderaan, yang memicu terjadinya kecelakaan. Saya pernah menatap seseorang kasak-kusuk, gelisah hanya karena ia lupa membawa HP. Baginya, HP sebentuk kebutuhan primer yang tak bisa lagi ditanggalkan dari tangan.

Seperti halnya, tak mungkin memaksa kanak-kanak melepaskan barang mainannya. Bahkan kadang yang bukan miliknya direbut. Sebagian orang dewasa berperilaku seperti anak-anak yang memaksakan kehendaknya memiliki barang-barang mewah menjadi penghiburnya. Ketergantungan pada barang mainan itu bagi orang dewasa mendekati 'kegilaan' seperti halnya ilustrasi gambaran, berikut:

Sumber: B Dragon Wajibaca.com
Sumber: B Dragon Wajibaca.com
Kekurang warasan kita, paling tidak, ketamakan kita berlebihan. Ada sebagian orang dewasa 2-4 HP misalnya yang ditenteng pada leher, pinggang, tangan, saku, dan tas kecil. Semacam gaya baru orang dewasa yang membawa barang-barang mainan-mainan. Bahkan, anak-anak saja rela meninggalkan barang mainannya di rumah. Ketika, berangkat ke sekolah, misalnya. Sementara orang dewasa kini, tak sanggup lagi berpisah dengan barang-barang mainannya. Mungkin sebagian kita, kembali kepada masa janin dulu ketika kita terhubung di rahim Ibu dengan tali pusat.

Demi kehidupan, setelah lahir. Jaringan yang selama di rahim pengikat yang menghubungkan plasenta dan fetus (janin) dan berfungsi menjaga viabilitas (kelangsungan hidup) dan pertumbuhan embrio dan janin. Tali pusat dipotong. Demi kehidupan orangtua dan bayinya. Kini setelah dewasa, khususnya beberapa pria masih mencoba memasuki batin wanita yang seperti masa lalu. Setidaknya, kita mencari keterikatan permanen dengan wanita dengan meleburkan diri pada wanita. Kalau itu tak terpenuhi, kita beralih kepada objek transisional berupa barang mainan orang dewasa, seperti mobil atau menyalurkan hobi pria secara berlebihan.

Kecenderungan orang dewasa yang berlebihan pada  'barang mainan' pada buntutnya. Orang hanya ingin barangnya, lupa kepada pemberinya. Di saat itulah kita mulai terasing dan tak terpuaskan dengan harta benda itu. Jika terus menerus begitu, barang mainan bisa berubah bentuk menjadi pelarian, misalnya alkohol, miras, judi, dan narkoba. Itulah di antara akibat ketidakmampuan kita melepas atau membebaskan 'barang-barang mainan.'

Lantas, kalau kita ingin hidup lebih dewasa dan bahagia, kita butuh menumbuhkan-mengembangkan kualitas, seperti sikap kasih, sabar, pemaaf, dermawan, toleransi, dan sifat baik lainnya. 

Untuk itu, kata kuncinya, dua ungkap T Byram Karasu, MD. Pertama, kunci jiwa adalah cinta: mencintai diri, orang lain, kerja, dan harta kekayaan diri. Kedua, kunci roh, yakni keyakinan kepada Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun