Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Andai Setiap Rumah Indonesia Punya Bilik Perpustakaan Keluarga

19 Maret 2017   15:17 Diperbarui: 19 Maret 2017   15:31 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi foto milik pribadi, Abdul Hakim Siregar

Gambar di atas merupakan rak buku sederhana. Saya berharap dapat memiliki bilik perpustakan di rumah disertai rak hias yang lebih rapi. Tapi, karena hidup masih nomaden alias pindah kontrakan. Sementara baru begitulah gambaran rak buku saya. Maklumilah rak milik saya buatan yang bukan ahli tukang.

Aku berkhayal kiranya, di Indonesia ada mega program politik dari presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, camat, dan hingga kepala desa. Angan-angan yang saya bayangkan, andai mereka membuat kebijakan membangun, membantu, dan membedah setiap rumah di Indonesia mempunyi bilik perpustakaan?

Seluruh rakyat Indonesia memiliki kamar perpustakaan pribadi, pada semua rumah rakyat pedesaan, kecamatan, kabupaten, kotamadya, propinsi, dan hingga pusat.

Jadi, program kampanye pemilihan, tak hanya semacam kartu KIP; pendidikan, BPJS kesehatan, ketersediaan lapangan kerja, dan semacamnya. Tapi, membedah setiap rumah berperpustakaan.

Buku yang tersedia di perpustakaan, seperti agama sesuai dengan keyakinannya, kemanusiaan, kesatuan (nasional), demokrasi kerakyatan, dan keadilan sosial. Yah, sesuai dengan Pancasila. Ditambah dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang, minat, dan kecenderungan. Semakin banyak koleksi judul buku itu, tentu saja semakin baik untuk kemajuan dan kemajemukan bangsa Indonesia.

Prihatin

Berdasarkan observasi kecil-kecilan, saat berkunjung ke rumah orang. Saya kerap mengamati ada atau tidaknya rak buku di rumah tersebut. Dari banyak kunjungan bertamu ke rumah orang yang saya lewati. Umumnya, jangankan kamar khusus perpustakaan, bahkan rak buku pun masih banyak rumah yang tak memilikinya. Rak piring, “ya?” Tapi, rak buku agak berantakan kalaupun ada?

Malahan, perpustakaan daerah sedikit desainnya tampak agak kurang menarik. Jauh kalah dibanding dengan mal, kafe, tempat mangkal (bahkan kedai kopi pinggir jalan), dan tempat rekreasi lainnya.

Termasuk sebagian para pendidik, beberapa di antaranya bukanlah pecinta ilmu. Apalagi juga bukan penyuka buku. Begitu dengan para siswa. Pada masa saya, sebelum ada BOS. Setamat sekolah SD, SLTP-SLTA, saya memiliki buku teks yang wajib yang miliki. Tentu saja, orangtua yang membelinya. Namun, di zaman BOS sekolah kini, karena buku teks siswa bersifat pinjaman. Maka, selulus sekolah siswa hanya memiliki koleksi buku tulis. Kecuali, sebagian kecil siswa yang lebih giat ilmu.

Tidak jauh beda halnya dengan dosen hingga mahasiswa di universitas. Mantan murid saya yang kini menjadi mahasiswa di universitas negeri bercerita. Ada banyak rekannya yang tak mau lagi ke perpustakaan, karena dianggap kolot serta ketinggalan zaman. Toh, alasan mereka yang enggan ke perpustakaan itu, alat teknologi informasi gadget dan internet cukup sangat memudahkan bahan bacaan. “Ngapain harus menyulitkan diri berperpustakaan lagi,” kilah mereka.

Bayangkanlah kalau generasi itulah yang kelak meneruskan atau mewariskan bangsa ini, aku kira kalau itu terus terjadi. Kita bangsa Indonesia, masih agak musykil dan untuk tak menyebutnya mustahil bangkit-maju pada masa datang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun