Kabar-kabarnya, anak-anak di Indonesia secara umum kurang mendapati perlindungan atau rasa aman secara psikologis? Lalu, di manakah anak-anak dapat terbebas dari ancaman psikologis?
Ada yang jawab, anak-anak aman dalam rumah keluarga. Tunggu dulu kata yang lain, harus dirinci juga dalam keluarga yang mana maksudnya. Pasalnya, beberapa kasus kekerasan terhadap anak, justru dilakukan oleh oknum orangtuanya.
Jika anak-anak, terancam di rumah? Bagaimana di sekolah? Kadang, di sekolah pun terjadi dugaan tindak kekerasan yang dilakukan sesama pelajar, atau bahkan oknum guru terhadap siswa?
Apabila di rumah dan sekolah anak-anak kurang terlindungi? Bagaimana kondisi anak di lingkungan masyarakat, di jalanan, tempat bermain, atau tempat publik lainnya? Wah tambah gawat lagi, karena banyak anak-anak dieksploitasi bahkan diperdagangkan orang lain?
Dari sudut pandang seorang aktivis anak, kerap melihat kenyataan betapa faktanya memang anak-anak di Indonesia, di mana pun mereka berada kurang mendapati rasa aman dan perlindungan?
Karena saya bukan aktivis anak, saya kadang bertanya-tanya? Betulkah memang anak-anak di Indonesia kurang dilindungi dibanding di negara maju, seperti Amerika dan Jepang? Tapi, aku agak ragu dengan perbandingan anak perlakuan anak pada negara mundur dan negara maju? Pasalnya, di Amerika dan Jepang pun terdengar berita banyak kekerasan terhadap anak.
Jangan-jangan, aktivis atau kita yang merasa anak-anak tidak aman. Justru, kitalah orang dewasa yang terlalu berlebihan mencemaskan anak-anak. Padahal, mereka sendiri merasa aman-aman saja? Jangan-jangan, kita orang dewasa over rasa cemas sehingga menyusup ketakutan berlebihan kepada anak-anak? Jika demikian, bias jadi kitalah orang dewasa, termasuk aktivis anak yang terlalu ekstremis cemas pada anak. Penyakit kita, bukan pada anak-anak, melainkan kita sendiri.
Sebagai contoh, dalam sebuah perjalanan di jalan raya, saya menatap sepeda motor di depan saya dengan tenangnya, seorang pengendara sepeda motor memasukkan anaknya dalam keranjang, sebagaimana terpotret dalam gambar di atas. Bukan satu kali itu, saya melihat dengan mata kepala di jalan raya, anak berada dalam keranjang, kotak, atau box pada bagian belakang sepeda motor yang dimotori orangtuanya.
Memang, aku belum pernah menyetop si pengendara yang anaknya dalam keranjang untuk wawancara. Tapi, aku kadang mengikuti dan mengamati dari belakang. Sepertinya orangtua dan anak, hakul yakin anak-anak mereka aman dan nyaman dalam kotak keranjang. Sekalipun di jalan raya dan dalam boncengan keranjang jalinan sepeda motor?
Sekali lagi, aku hanya bisa menerka bagaimana kiranya sikap “perasaan” anak-anak dan orang tua yang menaruh anaknya dalam keranjang, kotak, kardus, dan box semacam gambaran di atas? Apakah, karena sudah terbiasa begitu? Sampai akhirnya, mereka merasa aman-aman saja? Ataukah, kita pengamat dari luar ini, terlalu mencemaskan anak-anak mereka berlebihan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H