Apakah Anda masih bersedia mendengar pembicaraan orang lain? Apalagi di tengah popularitas media informasi dan teknologi gadgetyang melengketi dan melengkapi.
Lalu, bagaimana Anda sebagai orangtua misalnya menyampaikan pesan kepada anak, sedangkanheadsethandphone tersumbat di telinga remaja Anda?
Nah, marilah sejenak saling mendengar sepenuh jiwa-raga, jasmani-rohani, bahasa tubuh-bahasa lisan, dan isyarat tubuh-isyarat kata. Tinggalkanlah dulu alat komunikasi dan media sosial agar kita kembali saling mendengar silih berganti. Atau mendengar, mendengar, dan mendengar saja.
Beginilah pesanDr. Dj. Schwartz (1927- 1987) dalam bukunya, “The Magic of Thinking Big.” Berdasarkan interviewnya dengan ratusan orang dari berbagai golongan, Dr Dj Schwartz menyatakan,
“Makin besar seseorang, makin ia memberi kesempatan dan semangat kepada orang lain berbicara. Sebaliknya, kian kerdil seseorang itu, kian cenderung ia menceramahi Anda.”
Biar lebih ringkas, Schwartz menyimpulkan orang besar memonopoli kesempatan untuk mendengar, sedangkan orang kecil memonopoli kesempatan untuk berbicara.
Besar kecil yang dimaksudkan Schwartz bukanlah lantaran ukuran fisik, melainkan lebih pada pengaruh kepemimpinan atau kapasitas kemampuan seseorang.
Pendahulu Dr Dj Schawartz, Dale Carnegie (1888-1955) pada bukunya, “How to Win Friends and Influence People” dengan mengutip ucapan Dr. NM Butler, Presiden Universitas Columbia–orang yang selalu berbicara tentang dirinya dan hanya memikirkan dirinya sendiri merupakan orang yang kurang adab.
Lebih jauh lagi, tokoh sufi Hasan Al-Basri (w. 110 H atau 728 M) mengamalkan nasihat, “Temanilah orang yang amalnya menasihatimu dan tinggalkanlah orang yang kata-katanya mengkhotbahimu.”
Dengan demikian, pendapat tokoh di atas, cukuplah menjadi alasan agar kita menutup mulut, mendiamkan diri, dan mendengarkan orang lain sepenuh jasmani dan rohani. Meskipun kemudian, kita tidak harus sependapat dengan pembicara. Yang utama, tolong dengar!
Teknik Mendengar