Dugaan Ridho Rhoma terjerat Narkoba lagi mengagetkan Rhoma Irama, sang ayah syok bahkan angkat tangan mengetahui perilaku putranya.
Begitulah umumnya sikap kita sebagai orangtua mengetahui perilaku sebagian anak kita. Hal itu tak khas Rhoma dan keluarganya, tetapi menyangkut kita semua.
"Aku tak menyangka dia melakukannya?" Begitulah ungkapan yang kerap kita lontarkan begitu mengetahui seorang idola melakukan yang kita anggap naf? Padahal, kita juga barangkali bagian dari yang kita benci itu.
Apakah Ridho yang mampu menghibur banyak orang, fans? Ternyata sedemikian rapuh dengan dirinya hingga ia mencari semacam penenang atau pelarian pada Narkoba? Apakah kebiasaan Narkoba ini sudah sedemikian permanen hingga ia sulit mengubah diri? Mengapa si anak raja dangdut ini tak bisa menggoyang jalan pikirannya kea rah yang lebih baik ketimbang Narkoba?
Mungkin, beberapa psikolog dapat memberikan jawaban yang ilmiah atau pengamat lain, tetapi barangkali yang paling hak menjawabnya adalah Ridho Rhoma? Syukurlha, Ridho sudah minta maaf atas kelakuannya. Namun, di mata hukum kepolisiaan, pidanya haruslah tetap jalan.
Meminta maaf bagi banyak selebretas kini tampaknya mulai masyhur akibat perilaku mereka, tentu saja itu masih lebih baik daripada sebagian oknum yang melakukan kejahatan korupsi misalnya masih mengaku di-"fitnah?" hingga akhir hayat jarang menyampaikan maaf atas kejahatannya kepada publik.
Ada baiknya kita kini banyak meniru para artis yang terjerat pidana menyampaikan maaf ke publik, tetapi juga alangkah lebih baiknya maaf juga merupakan tindakan nyata; serius menghentikan dan tak ingin mengulanginya lagi.
Jangan sampai kita merasa bumi dan dunia adalah perut seorang ibu (wanita), sampaikan kita merasa bumi adalah ibarat ibu yang melahirkan kita. Kita merasa tetap dan layak mendapati kasih bumi, sekalipun kita banyak melakukan kejahatan, berharap pemaafan permanen. Sebagaimana sikap ibu yang kontan memaafkan anaknya yang berbuat salah karena kasih ibu.
Semakin kita dewasa barangkali kita semua perlu merenung ulang agar kita berupaya meninggalkan perilaku buruk menyangkut diri kita, orang lain, lingkungan, dan semesta.
Hal itu tak hanya berlaku pada Ridho. Namun, juga kita. Sebagian orang merasa senang dengan penangkapan Ridho dan barangkali juga mengomentari bagaimana seorang Bang Haji tak mampu mendidik putranya? Tuduhan yang bersifat menghakimi demikian bukanlah tugas kita sebagai manusia, terutama pecinta dangdut, cukup pengadilan yang memutus perkara ini.
Ada pun persoalan kita sebagai manusia biasa, salah satunya Narkoba. Apa yang mendorong motif kita mengambil barang haram dan mengkonsumsinya perlu kita insafi? Dan berupaya mengendalikan barang haram itu dari jangkauan generasi bangsa ini? Mereka yang sudah terlanjur semoga insaf kembali pada jalan yang lurus? Kita yang belum Narkoba, juga perlu rendah hati menghindarinya.