Sebagai guru sederajat SMA, saya berhadapan dengan remaja yang sedang berkembang. Saya pun cukup banyak membaca buku pengembangan diri populer terkait dengan perubahan dan mencermati berbagai nasihat motivator dan tokoh. Saya akhirnya, sampai pada suatu kesimpulan untuk perbaikan psikologis seseorang perlu melakukan perubahan. Pertanyaannya kemudian, apa yang perlu diubah?
Banyak perspektif dan jawaban terkait dengan perubahan. Misalnya, ada yang menyebut perubahan individu, sosial, struktural, dan kultural. Yang lain mungkin mengatakan perubahan jalan pikiran. Sebaliknya, ada pendapat lain perubahan harus dimulai dari perasaan.Â
Pihak ketiga melakukan kombinasi atau gabungan keseluruhan aspek manusia, psikologis, sosiologis, ekonomis, politik, dan bahkan geografis. Semua itu tentu saja memengaruhi perubahan seseorang dan sosial. Namun, biar pembahasan ini lebih sederhana, yang terdekat dengan diri kita masing-masing, maka saya rasa perubahan itu kita mulai saja dari cara pandang.
Cara pandang adalah cara melihat sesuatu, semacam kacamata yang kita kenakanan menatap sesuatu. Cara pandang terbentuk melalui banyak hal yang melingkupi kemanusiaan. Di antaranya, berdasarkan potensi akal pikiran, perasaan, pilihan bebas, dan edukasi yang diperoleh manusia. Dari mana pun asal muasal cara pandang manusia, kita dapat memulainya dan yang paling penting ialah cara pandang terhadap Tuhan, diri sendiri, orang lain, dunia, dan akhirat.
Tuhan
Cara pandang terhadap Tuhan sangat utama dan mendasar. Sebab, cara pandang kepada Tuhan merupakan fitrah manusia. Boleh saja orang menegaskan dirinya tak bertuhan atau atheis. Tetapi, manusia selalu dan pada saatnya akan membutuhkan Tuhan.
Cara pandang terhadap Tuhan yang paling baik ialah dengan menyebut namanya yang Maha Pengasih dan Penyayang sebagaimana diamalkan setiap Muslim dalam membaca kalimat "Bismillahirrahmanirrahim." Tuhan yang Maha Kasih dan Penyayang menjadi dasar paling utama yang perlu disadari dan diamalkan setiap orang yang beragama.
Menyebut atau mengingat Nama Tuhan, ingatlah Kasih dan Sayang-Nya sehingga menjadi amalan sehari-hari. Tentu saja, ada baiknya, pemahaman mengenai sifat Tuhan secara seimbang dalam kehidupan. Sifat Tuhan yang termaktub dalam asmaul husna sejatinya menjadi cara pandang yang diserap orang Islam untuk mengamalkan agama serta memperbaiki cara pandang.
Siapapun yang ingin memperbaiki cara pandang, cara pandang kepada Tuhan menjadi dasar dan prinsip utama. Ketika saya bertanya atau melakukan semacam survei sederhana, sebutlah kata Tuhan lalu tambahkan dengan kata sifat (Tuhan + Kata Sifat), banyak pelajar yang sedikit agak kebingunan. Dalam pandangan mereka, apa yang harus kami tambahkan. Saya tegaskan lagi, (Tuhan + ..../kata sifat)! Ketika, mereka harus berpikir tentang apa yang mereka tambah atau sisipkan, itu satu indikator betapa cara pandang mereka mengenai Tuhan masih "kurang baik?"
Padahal, jawabannya cukup sederhana, tinggal menambahkan Asmaul Husna atau sifat Tuhan yang dikatakan ulama berjumlah: 99. Sebagian siswa dapat menambahkan kata sifat pada Tuhan, tetapi yang teringat oleh mereka misalnya, Tuhan Baik (al-Birru), Tuhan Kuasa (al-Qadiru), dan Tuhan Penghukum (Hakim). Padahal, Bismillahirrahmanirrahim, Yang Rahman (Kasih) dan Yang Rahim (Sayang), yang lazim diucapkan seakan "terlupakan" banyak siswa saya?
Mulai sekarang kalau disebut nama Tuhan, ingatlah sifat Rahman, Rahim, sifat Kasih, Sayang, Syukur, Sabar, Cinta, dan sebagainya. Dengan mengamalkan sifat Tuhan dalam kehidupan, kualitas cara pandang kita terhadap Tuhan akan semakin baik. Jadi, ketika Tuhan disebut alangkah baiknya kalau kita berkonsentrasi pada sifat-Nya, yakni Kasih, Sayang, Cinta, Benar, dan sebagainya.