Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dengar Dulu Baru Komentar?

28 Februari 2020   18:21 Diperbarui: 28 Februari 2020   18:24 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: gambar shutterstock

Mungkin ada di antara kita sejak kanak-kanak terabaikan, saat berbicara, mengatakan sesuatu, mengutarakan pendapat, atau mengemukakan pendapat?

Ketika orang lain mengemukakan pendapat atau sesuatu, respons kita tidak lebih dari 3 hal berikut, kata Godman:

Pertama, menentang. Anda misalnya mengatakan warna putih bagus, pendengar meresponnya itu buruk? Anda menyatakan menyukai jenis makanan atau minuman tertentu, si pendengar Anda membantah, itu tidak baik untuk kesehatan?

Bagaimana jadinya kalau dalam hubungan keluarga dan kerja, Anda terus berhadapan dengan tipe "pendengar penentang" ini? Mungkin satu caranya dengan berupaya memahami sudut pandang penentangannya, mengulangi kembali hasratnya untuk menentang.

Kedua, mengabaikan. Mengabaikan berarti mengalihkan hal lain. Contoh tadi, Anda suka warna putih. Ia mengalihkan pembicaraan lain. Anda merasa terus tidak dipahami dengan kondisi ini. 

Ketiga, memerhatikan. Memerhatikan berarti memahami sudut pandang, kebutuhan, keinginan yang Anda maksudkan. Misal tadi, Anda ingin warna putih, si dia cukup tersenyum atau mengangguk kepala tanda persetujuan. Paling tidak, ia mengakui hasrat dan kebutuhan Anda, tanpa harus mencampuri lebih dalam jika tanpa dibutuhkan.

Meskipun demikian, kita dapat mengelola respons mendengar tadi sesuai dengan situasi dan kondisi. Contoh, adakalanya konfrontasi lebih efektif daripada pasif semata.

Sebagai guru, saya sering memerhatikan pelajar bahkan orang dewasa, yang sulit sekali mendengar pada tahap: memerhatikan. Kebanyakan kita pada taraf menentang atau mengabaikan. Bahkan pamer untuk diperhatikan, tanpa mau memerhatikan orang lain.

Biasanya, orang yang berbicara sebagaimana kata ganti dalam bahasa: Aku. Lawan biacaranya adalah kau, kamu. Ada orang terus menerus membela pendiriaannya secara berlebihan dengan: Aku. Padahal, "akau" dan "kau" serta "kita" dapat menjadi kolaboratif.

Jadi, dengar dulu sebelum komentar berlebihan, dengan alternatif ketiga: win-win?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun