Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ucapkan yang Baik pada Manusia

5 April 2018   13:17 Diperbarui: 5 April 2018   13:46 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TribunStyle.com/ Kolase

Membicarakan aib orang lain yang tidak hadir sekalipun benar dapat disebut dengan gibah. Menggibah orang lain termasuk dosa. Lalu, menggunjing orang lain secara dusta, itulah namanya fitnah. Menuduh orang lain dengan kebohongan. Kemudian, kalau kita mengata-ngatai orang lain secara terus terang, namanya ialah caci maki.

Kalau begitu, bukankah kita lebih baik memperbaiki diri daripada mengaibi, memitnahi, dan mencacimaki orang lain. 100% itulah sebaiknya. Cuma, sebagai manusia kita lumayan sering berbicara dan banyak cakap karena didorong ingin pamer dan angkuh. 

Dalam bahasa agama yang diistilahkan dengan sifat, sikap, dan perilaku riya, sumah, ujub, dan bahkan takabur. 

Motif untuk membanggakan diri secara berlebihan, membuat kita seakan istimewa untuk menarik perhatian. Padahal, orang yang paling banyak membicarakan dirinya, meskipun itu prestasi dan pencapaiannya membuat kita pendengarnya agak harus terus ngantuk? Karena, sepertinya ujung cerita tanpa pungtuasi, tanpa koma dan titik.

Jika demikian, masihkah ada atau di manakah letak pentingnya nasihat dan kritik?

Saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran merupakan perintah agama. Bahkan, agama adalah nasihat. Karena agama itu nasihat. Ini, artinya orang yang beragama dapat menasihati dan dinasihati. Penasihat lebih sebagai penyampai, bukan pemaksa. 

Orang yang dinasihati dapat mengambil iktibar nasihat. Dari situlah agamawan menyadari dirinya secara tawaduk, hanya penyampai. Keputusan penerimaan atau penolakan nasihat tergantung pada pendengar nasihat. Bahkan juga secara tawakal perlunya kesadaran akan rahmat Tuhan.

Kritik dapat dipahami sebagai kontrol sosial untuk kemaslahatan bersama dibanding kepentingan pribadi. Jadi, kritik dapat dimanfaatkan sebagai langkah untuk kepentingan umum. Itulah mengapa ada kaidah pemimpin: kritik yang dialamatkan pada pribadi pemimpin tidak persoalan, tetapi pelanggaran kepentingan umum itulah masalah besar.

Di Indonesia, kita butuh mengucapkan kata-kata yang baik-baik saja kepada manusia. Jika tidak, hendaklah kita diam saja. Saya menyadari betapa kata saya kadang menyasar orang. Ini, kadang menjadi persoalan pribadi dan sosial. Kadang, masalah ini menimpa Anda, saya, dan barangkali kita semua.

Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...(Qs. Al-Baqarah: 83)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun