Kemampuan menulis sering dikaitkan dengan ketagihan membaca. Semakin banyak bahan bacaan yang dilalap, semakin wujud menjadi penulis. Dari situlah orang menyebut, penulis berasal dari pembaca. Meski, ada sedikit kekecualian di situ. Mungkin ada pembaca tapi bukan penulis. Atau sebaliknya, penulis tapi jarang baca.
Lalu, bagaimana menghubungkan kemampuan mendengar dengan baik menjadi penulis? Saya rasa, itu bisa terjadi. Saya berlatih memanfaatkan metode mendengar dari orang yang banyak cakap untuk kemudian diolah menjadi tulisan. Sebab, banyak pembicaraan orang jadi sumber tulisan. Menguping itu hal sederhana untuk menulis.
Mungkin, kita menguping percakapan orangtua, pasangan, anak, saudara, kerabat, tetangga, rekan, dan tokoh lain. Bisa kita dengar saat di rumah, di sekolah, di bus, di terminal, di tempat kerja, dan di kedai.Â
Pertanyaannya, bagaimana kira-kira agar kita menjadi pendengar yang baik, efektif, dan empatik? Pertama, marilah mengatur bahasa tubuh dengan penuh perhatian ke kawan bicara. Kedua, atur respons kita dalam tahap "memerhatikan" jangan sampai kita menentang atau mengabaikan pembicara.Â
Ketiga, berupaya memahami pembicara dari sudut pandang dan kerangka pikir/perasaan pembicara. Bantu dengan bahasa isyarat tubuh, seperti ekspresi takjub kalau pembicara menginginkan kita kaget. Wow! Ah, yang benar saja! Di antara kata yang bisa ditimpali pada jeda.Â
Keempat, usahakan jangan mengevaluasi, menyelidik, menasihati, dan menafsirkan kata pembicara secara autobiografis berdasarkan kerangka pikir/perasaan kita sebagai kawan bicara.
Kelima,setelah itu semua, tinggal mengolah pembicaraan tersebut menjadi penulisan. Bisa dilengkapi dengan data atau referensi pendukung dari sumber pendengaran itu.
Ambillah dari pembicaraan orang itu, topik, tema, judul, dan bahkan paragraf untuk kemudian dipadukan menjadi satu tulisan. Agar menjadi pendengar yang baik dapat dicontoh presenter TV yang setelah mengajukan pertanyaan, tinggal mendengar dengan gaya yang ekspresif mendukung pembicara.Â
Begitu juga, banyak dokter adalah pendengar yang baik. Sekejap saja, pasien mengadukan penyakitnya, si dokter segera meresep obatnya. Jadi, diagnosa dulu baru resep. Berarti, dengarlah orang lain dulu baru dimengerti a[a maksudnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI