Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bolehkah Berkomentar Kabar Ahok? dari Haji Lulung, Ari Wibowo, hingga Mata Najwa?

10 Januari 2018   17:06 Diperbarui: 10 Januari 2018   17:26 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunstyle/Kolase

Beberapa orang seakan kaget dan tak percaya, kabar beritanya sampai dianggap hoax bahwa Ahok akan menggugat cerai istrinya, Veronica Tan. Sebaliknya, sebagian orang yang kurang suka Ahok barangkali merasa "gembira" atas kejadian itu?

Jadi, dari beberapa komentar yang saya amati sekilas, kebanyakan kita tetap terpolarisasi dan terkotak dua dalam memandang Ahok, semacam hitam-putih saja. Padahal, yang namanya manusia tetap ada sisi abu-abu dan bahkan gelapnya.

Dalam hal ini, ucapan Haji Lulung layak kita renungkan. Sebab, Lulung yang selama Pilkada DKI berseteru, Lulung sebagai kawan merasa prihatin kalau Ahok harus bercerai. Kita berprasangka baik saja kepada Lulung yang menyampaikan nasihatnya kepada Ahok.

Berbeda dengan Lulung, Ari Wibowo dan Najwa Shihab justru menasihati kita agar tak mencampuri urusan privasi orang lain. Padahal, mata Najwa khususnya sebagai pembawa acara atau pembaca berita dulu, mungkin saja telah memberitakan atau menanyakan privasi orang lain secara agak lewat sedikit. Lalu, kini ia ingin orang lain tak usah komentar masalah keluarga orang lain.

Masalahnya kini, dengan media dan teknologi informasi kini, batasan privasi sudah runtuh ibarat tembok Berlin. Lihatlah, dulu, tembok, pagar, dinding, dan batas wilayah bersifat nyata. Kini, hampir seluruhnya ditembus media informasi, tanpa merusak dinding rumah kita. Nah, untuk itu izinkanlah saya sedikit berkomentar mengenai kabar Ahok ini.

Sisi Manusia

Apakah manusia itu berubah-ubah? Ataukah manusia menilai salah? Diakah dulu yang baik, kini berubah buruk? Diakah dulu yang terpercaya menjadi pendusta? Diakah dulu yang setia menjadi pengkhianat? Diakah yang dulu dermawan menjadi pelit kini? Atau sebaliknya, diakah dulu yang kriminal menjadi insaf diri?

Aku, tak menyangka. Adalah ujuran yang kita sematkan kepada orang lain di luar diri kita. Lalu, dengan agak angkuhnya, kita menceritakan naskah pribadi kepada orang lain secara auto-biografis. Seolah, kita begitu kuat dan suci menjalani hidup ini. Tanpa kendala. Padahal, selain kita memiliki sisi terang, sukses pribadi, keluarga, pendidikan, ekonomi, dan politik. Juga, kita manusia mempunyai sisi gelapnya, seperti pengalkohol, penjudi, penyelingkuh, dan penarkoba?

Itulah, alasan pentingnya kita memandang manusia dua sisi, sekaligus. Baik, buruk, baik-jahat melingkupi diri kita semua. Jadi, apa yang terjadi mengenai keluarga Ahok, itu manusiawi dan dapat terjadi.

Tak hanya buat Ahok, tapi juga kita. Pembaca, penyuka, penetral, dan juga pembenci Ahok! Kita berharap, tetap berendah hati dalam membina keluarga kita. Kita berharap dapat membina hubungan yang kasih. Namun, karena berbagai hal dan kompleksitasnya masalah keluarga dan kehidupan, cerai dan thalak menjadi boleh dan pilihan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun