Seorang bijak mengatakan di dunia ini ada satu penyakit. Bahkan namanya  belum bisa diidentifikasi oleh farmalog dan dokter. Apalagi obatnya belum ditemukan. Penyakit tanpa nama dan obat itu disebut, "alasan?"
Kalau kita yang pernah belajar logika atau filsafat. Kepada kita dikatakan manusia makhluk logis. Yang agak emosional menyanggah bukan begitu, melainkan manusia makhluk emosional. Lain lagi, sebagian menyebut manusia makhluk jasmani dan rohani, atau salah satu penekanan dari keduanya. Dalam Ilmu Mantiq didefinisikan manusia hewanun natiq, hewan yang bisa bertutur kata, hewan yang bisa berkata, hewan yang bisa berkomunikasi. Memang hanya manusia yang paling baik bentuknya. Namun, bisa jadi jatuh serendahnya, derajatnya di bawah kadar binatang.
Kalau boleh kita tambahi istilah di atas, dapatlah kita kemukakan manusia makhluk yang memiliki alasan. Atau manusia makhluk yang pandai membuat alasan. Beragam alasan, baik alasan yang baik dan positif maupun alasan yang buruk dan negatif.
Alasan itu beragama bentuk dan jenisnya. Bisa berawal dari alam perasaan, pikiran, persepsi, warisan, budaya, sosial, lingkungan, pengasuhan, pendidikan, pengalaman hidup, pendengaran, penglihatan, bacaan, tontonan, dan serapan indra lainnya. Alasan dapat bersifat pribadi, sosial, psikologis, filosofis, ekonomis, bahkan politis.
Contoh Alasan
Sebagai contoh, kisah Fir'aun. Dalam persepsi Fir'aun sendiri menyembelih bayi laki-laki di masa kepemimpinannya merupakan langkah politik antisipasif guna mencegat timbulnya anak laki-laki yang menggeser kekuasaannya sehingga negaranya kacau. Maka dalam perspektif Fir'aunisme kebijakan penyembilahan anak-anak laki pada masanya demi kepentingan 'nasional.' Hal itu bagi Fir'aun sebuah kebijakan politis dan kepentingan pribadinya yang tirani?
Contoh lain, mantan Presiden Amerika Serikat, George Walker Bush mempunyai alasan menyerang Afganistan hingga Irak, karena alasan 'teroris' atau senjata pemusnah massal. Meskipun tuduhan Walker Bush itu sulit dibuktikan hingga kini. Namun, serangan ke negara itu sudah terlanjur dilakukan. Sebaliknya, Osama Bin Laden memiliki alasan kuat bermusuhan dengan pemerintahan dan bahkan rakyat Amerika Serikat.
Kita di Indonesia tak kalah saing terkait dengan membuat alasan. Dari berbagai kebijakan yang katanya demi rakyat sampai sebagian oknum koruptor yang terus melakukan berbagai manuver  alasan. Semacam strategi berkilah dan berdalih 'senyuman' di muka penegak hukum, di hadapan pengadilan, dan hingga di depan wartawan.
Sebagai guru, aku berhadapan dengan sebagian peserta didik yang pandai membuat alasan lantaran menghadapi tugas pembelajaran. Malahan, sebagian guru juga demikian membuat alasan agar murid betah belajar di sekolah. Semacam produk iklan yang menjajakan sekolah 'unggul, favorit, plus' biarpun bayaran biaya sedemikian mahal?
Di tempat kerja, banyak di antara kita lebih banyak membuat jamak alasan dibanding bekerja serius. Begitu juga dalam keluarga, kita ahlinya kalau ditanya, apa alasannya?
Alasan Terbentuk