Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budayakan Sate Bukan Tusuk Menusuk Sesama Politisi Indonesia

20 Maret 2017   22:25 Diperbarui: 21 Maret 2017   08:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mohon maaf kepada para pedagang sate. Ini tidak ada kaitannya dengan kalian. Aku menghormati para pedagang ini. Dan menyukai sate buatan daerah kita Indonesia. Malahan, Presiden Obama yang pernah tinggal di Indonesia masih ingat "sate" saat kunjunganya dulu ke Indonesia. Jika, Obama saja menyukai sate kita, kita lebih layak mempromosikan hingga membudayakan makanan sate khas Indonesia itu ke pasar kuliner dunia.

Tapi, bagaimana kita mempromisikannya, kalau kita anak bangsa Indonesia sibuk mengutil kesalahan sesama. Memang, dalam politik agak lumrahlah saling mengkritisi. Untuk tidak menyebutnya, menjelek-jeleki. Namun, bisakah kita paska perseteruan politik kembali rukun. Ahai, beberapa yang tergolong tokoh bangsa ini tampak kurang akur karena beda pandangan dan aliran politik. 

Kalau tokoh bangsa Indonesia tampak kurang akur. Jelas, mengikutlah kader partainya. Mereka yang menolak turut ketua partai. Bersiaplah hengkang, dipecat. Tapi, kita berdemokrasi yang seharusnya. Sedikit banyak, apa sih salahnya, kader menyeberang dari garis? Ada yang bilang, kalau bisa begitu. Justru, akan lebih kacau. Tidak terorganisasi maksudnya. Ya. Memang, begitulah organisasi, mesti terorganisasi. Kadang, meski berbaur dengan arogansi?

Cuma, apakah setaraf itu saja pola perpolitikan kita? Tak hanya menusuk lawan, tapi bahkan menyikut kawan. Kawan dan lawan hanya berdasarkan kepentingan sesaat. Bisakah kita lebih fokus untuk memberikan kontribusi terhadap bangsa ini. Sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dibanding berkuliner politik. Seakan aliran partai, atau kader kitalah yang paling mumpuni menjadi pemimpin. Ada pun yang lainnya, tak pernah berperan.

Kita berbicara tentang lima sila Pancasila. Tapi, dalam praktik nyata. Sepertinya, 5 sila dari Pancasila menyiratkan 5 aliran besar perpolitikan Indonesia.

Pertama, agamis. 

Kedua, humanis.

Ketiga, nasionalis.

Keempat, demokratis..

Kelima, sosialis.

Lima aliran besar itulah yang menjadi ideologi, aliran, afiliasi, dan platform partai di Indonesia. Setiap pemerintahan yang berkuasa memberikan penekanan (kadang) hanya pada salah satunya sesuai dengan aliran politiknya. Sekaligus, yang lain diabaikan. Atau sengaja yang lain menjadi oposan. Itulah yang melingkupi perdebatan politik dari gedung parlemen hingga ke televisi yang ditonton rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun