Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Asing dari Singapura

22 April 2014   22:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah perjalanan ini berdasarkan bincang-bincang saya dengan teman yang baru datang dari Singapura. Saya bertanya, bagaimana asing (bedanya) Singapura dengan kota di Indonesia? Jawabnya, "Singapura itu bersih, tidak ada sampah berserakan, kecuali sedikit daun yang gugur. Itu pun, segera dibersihkan pihak kebersihan. Di sana, transportasi lancar, tidak macat dan tertib. Taxi yang kunaiki supirnya 'aki-aki' atau orang yang cukup tua. Rupunya, begitulah di Singapura orang tua diberdayakan jadi supir taxi. Karena, katanya, orang Singapura lebih suka kerja. Terus, kalau kita mau menyeberangi jalan tidak seperti di Indonesia bisa langsung nyolong, di Singapura rambu lalu lintas ketat dilakukan."

Bagaimana Anda perhatikan orang-orang di bandara, pelabuhan, atau dalam transportasi bus atau MRT? Dijawab, saya ke Singapura via kapal laut. Di pelabuhan Singapura, pemeriksaannya ketat. Tapi, tetap merasa aman karena tidak yakin ada jambret. Di bus atau kereta api, orang tidak begitu peduli dengan orang lain. Bahkan, kutatap beberapa penumpang masing-masing sibuk dengan Handphone. Sebelahku, kulirik dua penumpang muda, ternyata satu asyik nonton film Korea di ponselnya, yang satu lagi sibuk main game. Keduanya, dengan Handsets terpasang kedua telinga masing-masing.

Bagaimana hotel dan kulinernya? Di hotel sama seperti di Indonesia. Cuma, di Singapura kurasa terbatas memperoleh air. Sulitlah. Tidak segampang dan semubazir air di Indonesia. Makananya, kurang serasi dengan rasaku, terasa hambar -kurang bergaram kurasa.

Bagaimana di tempat rekreasi atau tempat wisata umum? Banyak yang menyenangkan, tapi kadang yang membuatku sedikit risih cara berbusana mereka yang agak transparan. Mungkin, itu bukan warga Singapura, tapi wisatawan. Mungkin juga, sebagiannya warga situ. Malahan, seorang temanku karena memerhatikan gaya berpakaian, membuatnya beberapa kali merunduk. Namun, juga, di S.E.A. Aquarium Singapura, kuperhatikan beberapa orangtua manula yang lumpuh didorong dengan kursi roda, yang mungkin oleh keluarganya atau mereka petugas yang diupahi? Kudengar-dengar, di Singapura, anak masih sangat menghormati orangtuanya.

Jadi, bagaimana perasaan Anda sepulang dari Singapura? Sangat menyenangkan, tuturnya. Memang, ini bukanlah kisah sekaliber Merry Riana yang mampu menaklukkan universitas Singapura, Technological University (NTU). Dengan usianya yang masih muda Merry telah menjadi milliader sukses dan motivator terkemuka Indonesia. Tapi, perjalanan siapa pun tetap menarik untuk didengar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun