Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keajaiban Lidi untuk Menemukan Barang Hilang

7 Mei 2014   20:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:45 5482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi guru perlu memiliki sikap bijak. Terutama dalam peristiwa yang melibatkan emosi anak. Jika tidak, yang menuduh atau tertuduh menjadi teraibi secara massal. Saya sendiri sebagai guru, kadang kehabisan akal untuk mencari tahu siapa 'pencopet' di kelas. Misalnya, jika siswa melapor kehilangan pulpen, pensil atau bahkan uang (hepeng) mereka saat istirahat.

Paling-paling, saya pandainya meniru gaya 'detektif' penyidik polisi, dengan memanggil siswa yang dicurigai. Lalu, saya mengajukan beberapa pertanyaan menyelidik, membujuk, bahkan mengancam sedikit atau menakut-nakuti.

Namun, kiat tersebut untuk melacak kehilangan di kelas, kerap tidak efektif. Karena, yang tertuduh tidak mengakuinya bahkan beralibi dan membela diri. Umpamanya, para guru pernah menginterogasi beberapa siswa laki-laki karena seorang siswi kehilangan duit Rp100 ribu rupiah di kelasnya saat rehat. Satu per satu kami panggil untuk dimintai keteragannya, siswa yang terakhir di kelas hingga siswa yang lebih awal masuk. Termasuk teman sekitar bangku korban. Dari keterangan tersebut tak mampu memecahkan kebuntuan untuk menemukan duit (kepeng) 100 ribu rupiah yang hilang itu.

Kegagalan dalam menemukan barang hilang di kelas membuat saya bertanya kepada orang yang lebih berpengalaman tentang taktik menemukan barang hilang, terutama di ruang kelas.

Pak Mhd Idris Nasution (pensiunan PNS sekaligus tokoh agama) mengisahkan ceritanya pada saya. Sewaktu ia mengajar anak setingkat SD. Tiba-tiba seorang anak melapor kehilangan duit yang ditaroh pada tasnya di meja. Pak Idris kemudian mengumpulkan siswa sekelas dan memberitahu kepada anak-anak bahwa siapa yang menemukan duit tersebut agar dikembalikan kepada empunya-nya. Ternyata, tak ada yang mengaku menemukannya.

Lalu, Pak Idris mencari akal bijak dengan memotong lidi (tangkai anak daun pohon kelapa) sejengkal tangan atau katakanlah sekitar 20 centimeter. Potongan lidi itu diberikan kepada setiap anak untuk disimpan baik-baik di rumah. Besok hari, seluruh lidi harus dikembalikan padanya (Pak Idris). Sebab besok hari akan ketahuan, siapa  'pencuri' duit di kelas. Tandanya, lidi yang disimpan itu akan bertambah panjang. Jadi, di tangan siapa lidi tersebut bertambah panjang berarti dialah tukang 'copet' di kelas itu.

Besok harinya, Pak Idris meminta setiap siswa untuk mengembalikan lidi yang dipegang masing-masing kepadanya. Ajaibnya, Pak Idris menemukan satu lidi lebih pendek dari ukuran semula 20 cm, lantaran sudah dipenggal (dikerat atau dipotong) siswa tersebut. Rupanya, seorang anak, telah memotong lidinya lebih pendek karena takutnya bahwa lidi yang ditangannya bertambah panjang sebagaimana dipesankan gurunya, Pak Idris.

Besok harinya, Pak Idris memanggil orangtua siswa yang lidinya sudah dipotong lebih pendek menceritakan kejadian 'kehilangan duit & lidi yang dipotong lebih pendek di tangan anaknya.' Orangtua anak ini dengan rela membayar duit yang hilang itu. Apalagi, memang anaknya juga mengaku, ia yang mengambil duit di tas temannya.

Pak Idris bersama orangtua anak, setelah memberi nasihat kepada anak agar tak mengulangi lagi -mereka juga merahasiakan peristiwa itu pada anak lain. Yang pasti, duit yang hilang ditemukan dan dikembalikan kepada anak yang kehilangan, sementara rahasia lidi tak diungkap kepada anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun