Teori Epistimologi Bayani, Burhani, dan Irfani Dalam Stadium General
Oleh: Sipta Firstina Fredlina
Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi bagian penting dari kemajuan manusia, tetapi kemajuan ini tidak dapat dicapai tanpa diskusi ilmiah. Pengetahuan adalah salah satu gejala eksistensi manusia yang paling mencolok dan penting. Karena fenomena pengetahuan menunjukkan eksistensinya secara keseluruhan, manusia harus dapat merenungkan apa yang dia ketahui. Bagian filsafat dengan sengaja dengan upaya untuk melakukan refleksi tentang pengetahuan manusia disebut "epistemologi", juga dikenal sebagai doktrin pengetahuan.
Epistemologi berasal dari dua kata Yunani, "episteme", yang berarti "pengetahuan", dan "logos", yang berarti "pengetahuan" atau "informasi". Dengan demikian, pengertian etimologisnya dapat ditafsirkan sebagai "pengetahuan tentang pengetahuan". Karena ia membahas metode untuk memperoleh pengetahuan yang benar, bidang epistemologia ini berada di posisi yang sangat strategis. Hasil yang diinginkan dari ilmu pengetahuan terkait erat dengan metode yang tepat untuk memperolehnya. Selanjutnya, jenis ilmu pengetahuan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk menentukan epistimologis. Oleh karena itu, epistimologi adalah istilah, pikiran, dan diskusi tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang membahas apa itu pengetahuan atau ilmu pengetahuan dan dasar-dasarnya tentang informasi yang dimiliki.
Terdapat tiga masalah utama di bidang epistemologi ini. Yang pertama  tentang sumber pengetahuan dan proses mengetahuinya. Yang kedua adalah tentang sifat pengetahuan, yaitu fakta bahwa ada di dunia yang benar-benar ada di luar pikiran kita, dan cara kita mengetahuinya. Ketiga, kebenaran (Titus, 1984). Oleh karena itu, sumber dan mengkomunikasikan kebenaran pengetahuan, menekankan bahwa manusia dengan segala keterbatasannya, dia tahu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sumber dan sifat kebenaran berada di luar jangkauan akal manusia.
Dalam epistimologi Islam, ada tiga kecenderungan yang kuat yaitu bayani, irfani, dan burhani. Yang pertama adalah bayani. Dalam bahasa Arab, kata "bayani" berasal dari kata "al-bayani", yang secara harfiah berarti "jauh" atau "terbuka". Namun ulama berbeda pendapat tentang definisi kata "bayani", ulama sebagai contoh, ilmu al-balagah mendefinisikan al-bayan sebagai disiplin ilmu yang dapat memahami artinya dengan berbagai cara seperti tasybih, majaz, dan kinayah. Sebagian ulama kalam (theologi) mengatakan bahwa al-bayan adalah dalil yang dapat menjelaskan hukum, sementara yang lain mengatakan bahwa al-bayan adalah ilmu baru yang dapat menjelaskan hukum atau ilmu yang dapat mengubah sesuatu dari keadaan yang tidak jelas ke keadaan yang jelas. Namun, dalam epistemology Islam, bayani adalah cara berpikir khas Arab yang menekankan otoritas teks (nas), baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dibenarkan oleh akal kebahasaan yang digali melalui inferensi. Oleh karena itu, memahami teks sebagai pengetahuan yang dihasilkan dan dapat digunakan secara instan tanpa memerlukan pemikiran sebelumnya.
Selanjutnya yang kedua adalah burhani. Bahasa Arab Burhani berarti mensucikan atau menjernihkan. Menurut ulama ushul, al-burhan adalah sesuatu yang memberikan penjelasan dan membedakan kebenaran dari kebatilan. Sistem epistemology yang diterapkan oleh Al-Jabiri membantunya mendekatinya. Metode berpikir yang unik, bukan sesuai dengan istilah mantiqi, dan juga tidak sesuai dengan definisi umum, dan unik. Epistemologi ini berkaitan dengan abad pertengahan adalah masa kesulitan bagi kebudayaan Arab Islam yang mendukung epistemology baik irfani maupun bayani. Fokus epistemologi burhani ini adalah potensi bawaan manusia secara naluriyah, mental, eksperimen, dan konseptualisasi tajribah dan hakim aqliyah. Epistemologi burhani adalah epistemology yang berpendapat bahwa akal adalah sumber ilmu pengetahuan. Epistemologi ini percaya bahwa akal dapat menemukan berbagai pengetahuan, bahakan dalam bidang tertentu. Agama dan akal sama-sama dapat mengetahuinya, seperti masalah baik dan tidak baik (tansin dan tawbih).
Dan yang ketiga adalah irfani. Bahasa Arab "irfani" terdiri dari huruf - - yang masing-masing memiliki dua arti asli: "diam" dan "tenang". Namun secara harfiyah, kata "al-irfan" berarti mengetahui. Seseorang dengan berpikir dan mengkaji secara mendalam, sehingga al-'irfan lebih istimewa dari pada dalam al-'ilm. Secara terminology, irfani berarti pengungkapan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada hambanya (al-kasyf) melalui riyadah.
Falsafah isyraqi, yang berpendapat bahwa pengetahuan diskursif (al-hikmah al-batiniyyah) harus dipadu secara kreatif dengan pengetahuan intuitif (al-hikmah al-zawqiyah), adalah contoh nyata dari pendekatan 'irfani lainnya. Karena pemaduan pengetahuan baru menjadi pengetahuan yang memberikan pencerahan dan bahkan aka mencapai al-hikmah al-haqiqiyyah. Contoh nyata dari pengetahuan irfani yaitu Bagaimana Rasulullah saw. menerima wahyu al-Qur'an. Meskipun pengetahuan irfani bersifat subjektif, semua orang dapat memahami kebenarannya. Artinya, semua orang memiliki kemampuan dengan tingkatan dan kadarnya yang berbeda, validitasnya bersifat interpersonal dan peran akal berpartisipasi. Dalam perspektif keislaman, pengetahuan "irfani" berarti menghampiri agama-agama pada tingkat substansial dan spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan kesadaran yang penuh akan adanya. Pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda dari sudut pandang sekitar, kejadian dan ekspresinya, tetapi sama pentingnya.
Proses perkembangan ilmu pengetahuan islam tidak dapat dilepaskan dari epistemologi, yang terdiri dari tiga kecenderungan epistemologis yaitu bayani, irfani, dan burhani. Pada awal perkembangan ilmu pengetahuan islam, corak epistemology bayani dan irfani mendominasi pemikiran. Dua coraknya sering berbentuk teks dan intuisi atau kaysf. Kemudian, ketika pengetahuan Islam berkembang, muncul corak yang berfokus pada rasio (burhani). Dalam hal ini, akal memiliki peran yang cukup signifikan dalam penalaran logis berdasarkan pendekatan empiris. Epistemologi bayani tidak berari tidak menggunakan logika (rasio), tetapi sangat penting dan bergantung pada teks yang ada.
DAFTAR PUSTAKA