Hampir dua tahun covid 19 melanda dunia termsuk negara kita tercinta, Indonesia. Ribuan dan bahkan jutaan nyawa telah direnggut oleh keganasan penyakit ini. Kenyataan ini dialami tanpa memandang sekat alamiah dan sosio kultural kita baik jenis kelamin, usia, status ekonomi, etnis, agama, warna kulit dan sebagainya.Â
Selain berdampak pada kematian yang cukup masif, covid 19 juga telah meluluhlantakan tata hidup sosial, ekonomi, budaya kita secara drastis baik pada skala personal maupun kolektif.Â
Dalam bidang ekonomi misalnya, pandemi menyebabkan jutaan manusia kehilangan pekerjaan untuk menyambung hidup mereka dan keluarga. Pada saat yang sama, pemerintah terpaksa menggelonorkan anggaran begitu banyak untuk mengstasi madslah ini baikk dalam bentuk bantuan kepads masyrakat maupun untuk  menyediakan fasilitas dan  vaksin untuk memerangi covid 29 ini. Anggaran yang begitu besar ini tentu saja berimplikasi pada berkurangnya anggars anggaran yang seharusnya digunakan pada sektor lain seperti infrastruktur, pertanian, pariwisata dan sebagainya. Namun demikian, pilihan dan kebojakan yang telah diambil oleh pemerintsj tentu sudah tepat yaitu menyelamatkan jiwa masyarakat jauh lebih penting dibandingkan dengan pembangunan pada sektor lain.Â
Selain berdampak pada aspek ekonomi, covid 19 juga berdampak pada aspwk relasi sosial kita terhadap yang lain yaitu pembatasan interkasi fisik personal satu sama lain. Masyarakat kita yang dikenal sebagai masyarakat yang kolektif teepaksa harus membafasi diri untuk berinteraksi satu sama lain demi keselamatan diri dan tentu orang lain.
Dalam gelombang masifnya dampak negatif covid 19 ini, setidaknya ada positif yang mungkin penting untuk kitaaa pikirkan yaitu kita semakin diberi ruang untuk lebih mengenal dan memahami palung terdalam diri kita ssndiri..
Dalam kondisi normal atau sebelumm pandemi ini menghantui kita, kita pebih banyak fokus pada pekerjaan dan rutinitas kita entah sebagai pegawai, karyawan kayawati, guru, dosen, peneliti, lpelajar ataupun buruh. Dalam kesibukan sepeeri itu, kita barangkali tidak memililo waktu untuk berpikir dan merenungkan tw secara serius soal hakikat diri kita swndiri karena waktu lebih banyak dihabiskan untuk berbagai usaha dan karha kita setiap hari bahkan setiap detik. Karena kesibukan kita dengan pekerjaan? Seringkali lupa untuk memikirkan orang yang kita cintai naik anak, oranh tua, istri, suami bahkan diri kita sendiri.
Covid 19 dan juga didukung oleh kebijalam pembatasan sosial  memungkinkan kita untuk lebih memiliki waktu untuk mengenali diri secara lebih dalam dan mendasar. Renungan ini tentu bersidat peesonal karena melibatkan diri swndirri dan bukan orang lain. Dalam situasi seperti itu, makna dan hakikat diri akam tersingkap dan menjadi jelas dan yang paling memahami diri kita itu tentu diri kita sendiri.
Covid 19 telah membawa dampak yang begitu besar bagi kita. Namun demikian? Covid 19 ini juga memungkinkan kuta untuk lebih mengenal rumah diri kiya masing-masing sexara lebih mendalam. Karena itu, kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah melalui pembatasan sosial masyarakat harus didukung kaeena dwngan cara seperti itu mata rantai penyebaran covid 19 dapat diredam sw ara maksimal. Pada saat yang sama, kita dinwei kesempatan untuk memerolsa lbali diri kita secara personal dan eksistensial menuju diri yang autentik**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H