Mohon tunggu...
Fachrur Rozi Nasution
Fachrur Rozi Nasution Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

>> Saya hanya lah kumpulan Hari - hari yang sesungguhnya jika hari berkurang maka berkurang juga umur saya. >> Saya sering menghabiskan waktu di depan layar laptop berjam-jam untuk online dan atau membaca ebook. >> Founder & CEO https://tokoandalan.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Kesalahan KPI dibebankan Seutuhnya kepada Masyarakat (?)

2 Maret 2014   03:00 Diperbarui: 25 Mei 2018   07:25 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salam kompasiana…

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. (Wikipedia).

Tujuan pembentukan KPI tentunya untuk menjadi pengontrol informasi yang disiarkan oleh media-media. Selain itu KPI ini juga diwajibkan untuk membantu infrastruktur bidang penyiaran. Serta menampung, dan menindaklanjuti aduan masyarakat.

Namun kenyataannya, sering kita temua bahwa KPI kurang responsip dalam aduan-aduan yang disampaikan oleh masyarakat terkait tayangan-tayangan yang kurang mendidik itu. Hal ini mungkin karena banyaknya aduan masyarakat, pikir saya setiap kali ada tulisan tentang ketidak puasan pelayanan KPI yang kurang responsip terhadap masyarakat. Sebelumnya saya berpikir  bahwa KPI sudah bekerja professional. Pikiran ini ada sebelum saya langsung berkunjung ke kantor KPI pada bulan lalu.

Namun, setelah saya berkunjung ke kantor KPID Surabaya, pikiran saya itu berubah 1800. Saya dan teman-teman radio kampus saya berkunjung ke KPI dengan tujuan untuk konsultasi mengenai prosedur perizinan radio. Saya dan teman-teman sampai ke kantor KPID Jawa Timur yang berkantor di Jl. Ngagel Timur No. 52 – 54 Surabaya sekitar jam duaan.

Saat pertama kali memasuki kantor KPI sebenarnya sudah mulai ada kekhawatiran dalam diri saya tentang pelayanan yang kami dapatkan. Dan setelah saya dan teman-teman masuk kedalam kantornya, kamipun memberi salam. Salamnya kami dijawab dan dipersilahkan masuk. Kami yang berjumlah 7 orang itu langsung masuk. Setelah masuk kamipun bingung mencari tempat duduk, karena kursi yang ada di dekat pintu tidak cukup buat  kami bertujuh.

Sebenarnya hal ini masih saya anggap biasa, dan saya siap berdiri saja sambil konsultasi. Tapi pikiran ingin protes saya sudah mulai timbul didalam hati, karena kami yang datang kesitu belum ada satu orang pun yang bersedia mendatangi kami. padahal menurut pengamatan saya, mereka itu hanya kerja nyatai saja. Barulah setelah 5 menit kami duduk didatangi salah satu staff KPID dan menanyakan maksud kedatangan kami.

Ngobrol sekitar 3 menit, staff KPI ini pun kembali meninggalkan kami tanpa alasan yang jelas, dan tanpa basa-basi juga terhadap kami. jadi kembali kami yang datang bertuju itu ngobrol-ngobrol ngalur-ngidul.

Sekitar 5 menit kemudian, kembali staff tadi mendatangi kami. sekali lagi tanpa basa-basi langsung memberondong kami dengan berbagai pertanyaan, dan maaf menurut saya bahasanya kurang sopan (ndak tahu apakah gaya ibu yang ngomong emang ceplas-ceplos dari sononya atau tidak). Padahal diantara kami yang bertujuh ada satu orang yang sudah senior umurnya, dan saya yakin umur bapak yang bersama kami ini jauh diatasnya ibu staff KPID itu.

Sebenarnya maksud kami datang ke kantor KPID itu adalah untuk konsultasi mengenai seluk beluk pengurusan izin siaran radio. Dan seharusnya sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tentang KPI sudah selayaknya mereka menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan yang kami tanyakan. Karena itu juga sudah seharusnya menurut saya KPID ini memberikan semangat kepada kami untuk mengurus perizinannya. Kenyataannya ibu dari KPID tadi kurang memberikan dukungan untuk perizinan penyiaran kepada kami, bahkan ibu tadi mengatakan bahwa untuk sekelas radio kampus cukuplah radio sound saja tanpa memakai pemancar. Supaya kami tidak repot-repot mengurus proses perizinannya. Kami tidak setuju dan diminta untuk jawaban terus tentang proses perizinan penyiaran radio kampus itu, akhirnya ibu itu menjawabnya.

Dan kembali ibu itu bertanya kepada kami apakah sudah pernah mengajukan perizinan penyiaran radio kampus kami ini. dan kami jawab sebenarnya sudah, yaitu tepatnya tahun 2007 lalu (UKM radio kami ini setiap tahun berganti pengarus, dan tentunya juga yang anggota UKM radio 2007 sudah pada lulus semuanya dari kampus) . Dan sampai sekarang belum dapat panggilan sama sekali terkait tindak lanjut proposal perizinan yang disampaikan.

Lagi-lagi dengan tanpa merasa bersalahnya juga ibu dari KPI ini berkata bahwa data-data dari tahun 2008 kebawah hilang dari kantor mereka tanpa adanya backup arsip sama sekali. Itu artinya data proposal perizinan radio yang belum dirampung oleh mereka dari tahun 2008 kebawah hiang. Dan kami pun diminta untuk kembali mengujukan proposal perizinan kembali oleh ibu dari KPID ini.

Jadi kamipun dengan terpaksa harus menyusun proposal perizinan kembali untuk KPID yang sekarang ini proposalnya sudah hampir rampung. Dalam hati saya berpikir nakal hati, bahwa dari tahun 2007 sampai tahun 2014 ini mereka ngapain aja. Pikiran saya ini muncul bukan tanpa alasan. Bahwa berdasarkan hasil sharing-sharing dengan sesame radio di Malang yang sudah pernah mengajukan proposal kesana. Tanggapannya hampir sama dengan saya. Bahkan ada salah satu radio di Malang ini yang sudah lebih dari 9 tahun proposalnya masuk ke KPID, namun sampai sekarang belum ada panggilan dan tindak lanjut sama sekali dari KPID. Saya juga yakin bahwa data pengajuan perizinan radio yang dari 9 tahun lalu itu juga akan diminta kembali mengajukan proposal ulang kepada mereka. Karena sebagaimana yang mereka katakan bahwa data arsip mereka dari tahun 2008 kebawah hilang tanpa bekas sama sekali.

Akhirnya kesalahan yang seharusnya dari mereka sendiri dikarenakan teledoran dan kurang kepropesionalan mereka, masyarakat yang harus menanggung ruginya.

Wallahu’alam


By: Founder & CEO Tokoandalan.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun