Mohon tunggu...
Yoga saepul haq
Yoga saepul haq Mohon Tunggu... Pelajar -

Perawat yang gemar motret

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Di Jepang, Tidak Perlu Mengantri untuk Berobat

2 Desember 2015   07:16 Diperbarui: 2 Desember 2015   16:14 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda mengantri di rumah sakit untuk mendaftar, mengambil obat, atau membayar pelayanan? Berapa lama anda mengantri, apakah antriannya teratur dan efektif?.

Saya fikir antrian bukanlah budaya kita, kalaupun ada hanya sebagian kecil saja. Terakhir saya mengantri untuk oprasi kelenjar getah bening saya, antriannya panjang sekali itupun baru di pendaftaran belum di kantor BPJS, belum menunggu datangnya dokter, belum juga mengambil obat, ditambah melihat orang-orang yang berdesakan tak karuan tak lupa pedagang asongan yang berkeliaran. Kala itu saya berfikir untuk tidak jadi saja oprasinya, bukan malahnya membuat tengan lingkungan sekitar memacu saya untuk malah menjadi stress.

Saya tidak bisa menyalahkan siapa yang salah dan juga menyalahkan pemerintah akan kejadian tersebut. Hal tersebut sudah bagian dari masyarakat Indonesia, karakter masyarakat yang pasti susah untuk merubahnya kembali. Kita terbiasa seperti itu, tidak sabaran dalam antrian inginnya didahulukan, belum lagi kurangnya SDM di pendaftaran yang mengurusi ribuan antrian.

Untuk satu antrian saja memerlukan 6-10 menit untuk melakukan registrasi atau mendaftar, waktu yang sangat lama untuk menunggu dan bersabar sedangkan pada waktu bersamaan kita sedang sekit atau mengantar orang sakit. Alhasil malah semakin banyak orang sakit karena stress dari pada yang sembuh.

Dua hari yang lalu saya mengantar pacar (kalau jodoh jadi calon nih) ke rumah sakit di kota Utsunomiya, Jepang. rumah sakit terdekat dari sekolah kami ini sangat tenang sekali, bukan tidak ada yang berobat tapi sangat tenang sekali jauh lebih dari apa yang saya bayangkan. Untuk pendaftarannyapun kami tidak membutuhkan waktulama atau mengantri, kita hanya mengisi formulir dan menyerahkannya ke pendaftaran setelah itu menunggu kurang dari 2 menit dan kemudian dipanggil, ketika kami hendak mau menghampiri ternyata malah perawatnya yang menghampiri, ditanya beberapa pertanyaan mengenai tanda gejala dan keluhan tentang penyakit.

Kemudian menyerahkan bebepara dokumen lainnya dan kami langsung diminta untuk menunggu didepan pintu ruang berobat jalan saya pikir. Taklama dari itupun dokternya menghampiri dan mempersilahkan masuk keruangannya dengan ramah dan beres tidak lebih dari 1 jam. Satu-satunya yang membuat kami lama adalah mengisi formulir karena semuanya tertulis dalam kanji.

Sepulangnyapun kami diberi buku mengenai penyakitnya. Tidak seperti repleat yang biasa tersebar di rumah sakit di Indonesia yang penuh dengan tulisan, buku ini malah hamper mirip manga saya pikir, jadi kami masyarakatpun medah memahaminya.

Yang lebih keren cara untuk membayarnya tidak seperti pada umumnya, disini semua serba canggih. Kami membayar di mesin pembayaran sama halnya seperti membeli minum di vending machine dipinggir jalan. Benar-benar praktis!

 

Kami membayar 1020 Yen memang lebih mahal kalau di rupiahkan untuk sekedar berobat biasa, tetapi untuk obatnya sangat murah. Sangat terbalik dengan rumah sakit di Indonesia yang malah biaya untuk obatnya yang mahal. Tetapi itu semuapun sudah murah karena untuk mahasiswa asing seperti kami jikalau pergi berobat kami hanya membayar 30% nya saja karna kami semua warga dan warga asing yang hendak tinggal dijepang harus memiliki asuransi. Bayangkan jika tidak ada asuransi berapa yang harus kami bayar?

Lalu saya bertanya pada sensei saya pada saat itu juga, “mengapa di jepang biaya untuk berobat sangat mahal, sensei sayapun menjawabnya “yah, memang mahal kamipun orang Jepang sangat kesusahan mengenai hal tersebut, makannya kami lebih baik menjada kesehatan daripada harus pergi kerumah sakit” ujarnya.

Apakah itu alasan mengapa setiap klinik dan rumah sakit sepi? Dan masyarakat Jepang pada sehat-sehat. Mungkin saja, tapi hal tersebutpun tidak bisa terjadi jikalau tidak ada kesinambungan antara kebijakan Rumah sakit dengan kebiasaan masyarakat yang ada. Sekali lagi kesadaran yang lebih utama, jika di Jepang bisa mengapa di Indonesia tidak?? Tidak ada alasan untuk tidak. Semoga fasilitas dan pelayanan kesehatan di Indonesia bisa menjadi lebih baik, dan masyarakatnyapun bisa memiliki kepedulian tinggi terhadap kesehatannya.

Mari bangun kesehatan untuk menjadi Indonesia sehat.

---

Salam Sehat,

Utsunomiya, Jepang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun