Mohon tunggu...
Nurul Fajri
Nurul Fajri Mohon Tunggu... -

Mahasiswi di IAIN Ar-Raniry dan FKIP Unsyiah, Bekerja di Media Online The Globe Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Postman in Heaven

23 November 2011   05:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:19 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Gadis itu baru selesai mengepak barang. Tidak terlalu besar, hanya saja dia membutuhkan timbangan ganda untuk mengukurnya. Tidak perlu peti kayu, ataupun kotak karton keras berbentuk hati. Hanya dibungkus transparan, dan sekarang siap dikirimkan.

Gadis ini mengelap keringatnya. Bajunya basah, padahal diluar dingin. Pendingin ruangan menunjukkan suhu minus 18 derajat, tapi keringatnya masih mengalir deras. Dia bisa merasakan nafasnya mengembun.

***

Sudah hampir seminggu dia memahatnya. Sebuah paket yang nantinya akan dikirimkan lewat jasa penitipan khusus. barang itu tidak berbentuk nyata, tapi tetap saja bisa dipahat menjadi bentuk yang paling cantik. Gadis itu tidak perlu bersusah payah, bahan yang diinginkannya bisa datang dengan sendirinya, tanpa perlu dia minta. Alat pahat yang ada ditangannya sekarang adalah alat pahat paling canggih sedunia. Karena alat pahatnya itu dapat memahat segumpalan penat raksasa yang mengelilinginya, berubah menjadi pajangan cantik yang siap dia paketkan nantinya.

Gadis itu menjelma menjadi pemahat ulung. Perlahan dia merubah bahan bernama rasa, lalu memulasnya hingga menjelma menjadi raut wajah seseorang. Sebelum itu semua selesai, pajangan cantik itu telah menjelma menjadi sketsa nyata di depan matanya. Hingga setiap langkahnya selalu terhiasi dengan satu wajah.

***

"Aku Reza" semburat senyum menghiasi wajah lembutnya. Aku menjabat tangannya, halus. Seperti bukan tangan lelaki pada umumnya, mungkin dia berbeda. Ujar gadis itu dalam hati. Aku menemaninya di tengah keramaian kantin, sebagai ganti rugi karena telah menabraknya hingga jatuh.

Dua minggu yang lalu, aku berjumpa dengan seorang malaikat. Sayapnya menaungiku dari sinar matahari, tapi aku tetap saja silau dengan pesonanya. Kuharap aku bisa berjumpa lagi dengannya Tuhan. Batin sang gadis sebelum sayap malaikat itu hilang.

***

Tuhan, sudah seminggu aku memahat rindu. Tadi, sebelum fajar, aku telah membungkus rindu itu dan mengepaknya menjadi sebuah paket. Tapi aku tidak tau harus mengirimkan paket ini lewat titipan kilat mana. Karena paket yang akan aku kirim ini aku alamatkan kepada malaikatku di 'surga'nya.

Tuhan, ini sudah lewat tengah malam, tapi fajar belum juga menyingsing. Aku tidak bisa menunggu sampai matahari menyapa bumi untuk mengirim paket itu. Karena itu sudah sangat terlambat. Aku ingin dia menerima rinduku sebelum aku menutup mata. Maka itu, bolehkah aku memakai jasa penitipan kilat milik-Mu Tuhan??

Tuhan, mataku hampir terpejam, bisakah Kau mengirim paket rinduku yang amat besar ini pada malaikat itu?? Dia sedang tersenyum di surga sekarang. Tuhan, semburat di langit menandakan fajar hampir tiba, dan mataku hampir gelap. Tuhan, cuma Kau yang membuka titipan kilat di tengah malam menjelang fajar begini, bisakah Kau mengantarkan rindu yang telah kupahat ini padanya?? Pada seorang malaikat di surga.

Terima Kasih Tuhan

Matahari menyapa buminya hari ini, gadis itu telah tersenyum dengan mata terpejam. Dia yakin, Tuhan telah mengantarkan segudang lebih pahatan rindunya pada sang malaikat, karena sekarang, sayap malaikat menaunginya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun