Halo semua, selamat malam, salam sejahtera!
Saya mempunyai ide untuk menulis catatan ini karena tiba-tiba terlintas perkataan seseorang (entah siapa saya lupa) yang mengatakan bahwa orang-orang di Indonesia terlalu banyak berbicara, sangat sedikit membaca dan hampir tidak pernah menulis. Oleh karena itu banyak orang di Indonesia yang seolah-olah tahu segalanya berbicara bahkan berkoar-koar menyerukan sesuatu hal yang bahkan dia tidak tau substansi dari apa yang dia bicarakan *banyak terjadi di dalam bidang politik (contoh roy sukro yang katanya ahli telematika tapi tidak tahu perbedaan antara hacker,cracker dan blogger) dan contoh lain pada demo-demo bayaran. Ironisnya, sangat ironis malah, orang-orang yang mengerti atau tahu akan sesuatu hal justru tidak berbicara atau bahkan tidak menulis idenya sehingga dia hanya menyimpan pengetahuan yang dia dapatkan dari berbagai sumber.
Salah satu lelucon teman saya terhadap kebiasaan membaca di negeri ini adalah “kita jauh lebih banyak menghabiskan duit untuk pulsa atau rokok daripada membeli buku atau majalah atau apapun itu untuk kita baca”. Terus ada teman saya yang berargumen “wah saya tidak suka membaca gimana dong?” nah kalau begitu saya tanya balik “anda hobi melakukan apa dan tertarik ke dalam bidang apa?” saya yakin, sangat yakin malah, jika seseorang misalnya hobi dengan segala sesuatu berbau otomotif, maka dia akan sangat suka membaca segala sesuatu yang berhubungan dengan otomotif” jadi saran saya jika anda orang yang tidak suka membaca maka latihlah diri anda membaca dengan membaca hal yang anda suka. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang kurang mampu menyerap dalam hal visual? Yah gampang toh, sekarang kan jaman IT, net generation, kita sekarang bisa “membaca” dengan cara mendengarkan via audiobook.
Dengan membaca kita bisa mendapatkan pengetahuan yang bisa menjadi kekuatan (knowledge is power, Francis Bacon), mengetahui ide dan pemikiran seseorang, mengubah mindset seseorang *orang baik bisa jadi jahat, orang jahat bisa jadi baik hanya karena membaca (you are what you read) dsb. Dengan menulis para utusan-utusan Tuhan di bumi menyampaikan wahyu-Nya *berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing*, juga bisa membagi pengetahuan kita seperti yang dilakukan oleh filsuf-filsuf seperti Descartes dengan jargon cogito ergo sum dalam karya dia Principles of Philosophy, menuliskan ide-ide kita seperti yang dilakukan para pemenang-pemenang nobel seperti Stiglitz, membela diri kita seperti yang dilakukan Soekarno dengan “Indonesia menggugat”, mencatat perjalanan sejarah diri kita seperti yang dilakukan Mandela dengan autobiografi “Long Walk to Freedom” *efek habis nonton invictus* dan sebagainya.
Saya sendiri dari kecil sangat suka membaca karena pengaruh orang tua saya yang gemar membaca. Saya sejak sd *ga ikut TK* minimal membaca dua koran yaitu kompas dan suara karya *maklum ortu pns* jadi koran orba yang jadi corong partai golkar selalu ada di rumah sampai tahun 1998. Sedangkan kebiasaan menulis saya dimulai saat kuliah, mungkin karena terbawa idealisme anak2 muda saat itu dan juga karena terinspiras banyak teman2 yang jadi blogger.
Saya percaya bahwa kemajuan suat bangsa sangat tergantung kepada budaya membaca dan menulis, hampir semua *atau memang smua ya?* Negara2 maju punya kebiasaan membaca dan menulis yang sangat tinggi, dan itu tidak tergantung kepada profesi mereka dan umur mereka. Kalau tidak percaya silakan pergi ke negara2 maju atau silakan cari datanya sendiri di google berapa rasio jumlah buku per penduduk yang diterbitkan di negara2 maju jika dibandingkan di Indonesia.
Sekian catatan saya, semoga setelah membaca ini, anda lebih bersemangat untuk membaca dan menulis!
Tuhan menciptakan dua tangan untuk menulis, dua mata untuk membaca dan hanya satu mulut untuk berbicara.
Salam hangat
JRS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H