Mohon tunggu...
sintya srikandi
sintya srikandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan saya seorang mahasiswi jurusan Hubungan Internasional, saya tertarik dengan isu budaya, politik, kesetaraan gender maupun isu-isu lainnya yang menurut saya sudah seharusnya menjadi perhatian publik. Semoga tulisan saya dapat menjadi sumber informatif, edukasi, dan manfaat bagi para pembaca. Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguatnya Brazil Russia India China South Africa (BRICS) Fenomena Mulai Lemahnya Dominasi Barat

7 November 2024   08:42 Diperbarui: 7 November 2024   08:48 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KTT BRICS 2024 Sumber : CNBC

Dominasi Negara Barat sudah terlihat setelah Perang Dunia ke-2 hingga masa kini. Hal ini menyebabkan mudahnya negara-negara barat turut ikut campur hingga mempengaruhi politik domestik negara-negara berkembang yang memiliki kekukatan atau power yang lebih lemah. Namun hal itu mulai ditepis dengan hadirnya kekuatan-kekuatan baru dari berbagai aliansi negara yang bertujuan untuk menyeimbangkan kekuatan agar tidak ada pihak yang 'mengotrol' dan 'dikotrol' dalan dinamika hubungan internasional.

Brazil Russia India China South Africa (BRICS) adalah salah satu kekuatan baru yang siap menyaingi kekuatan Barat. Sejak dibentuknya BRICS pada tahun 2009 ketika keempat negara asli (Brasil, Rusia, India, dan China) mengadakan pertemuan puncak pertama di Yekaterinburg, Rusia dan Afrika Selatan bergabung pada 2010 dan hingga 2024 ini BRICS memperluas cakupan dengan sangat signifikan. BRICS saat ini dilihat sebagai sebuah aliansi penting yang dapat memberikan alternatif terhadap dominasi Barat dalam ekonomi dan politik global. Memiliki "currencies" atau mata uang sendiri merupakan upaya BRICS untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan memperkuat kerjasama ekonomi (BRICS, 2014).

Hadirnya BRICS sangat menarik perhatian negara-negara berkembang sehingga banyak dari negara berkembang tersebut mulai ancang-ancang merencanakan untuk turut bergabung dengan BRICS. Dilansir dari CNN, Pada 22 hingga 24 Oktober 2024, BRICS telah melakukan KTT (Koferensi Tingkat Tinggi) ke-16 yang berlangsung di kota Kazan, Rusia. Dengan mengangkat tema Penguatan Multilateralisme untuk Keamanan dan Pembangunan Global yang Adil, KTT tersebut telah dihadiri pemimpin dan perwakilan dari 36 negara yakni Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahrain, Bangladesh, Belarus, Bolivia, Kongo, Kuba, Indonesia, Kazakhstan, Kirgistan, Laos, Malaysia, Mauritania, Mongolia, Nikaragua, Serbia, Sri Lanka, Tajikistan, Thailand, Turkiye, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, Turkmenistan, Palestina dan ke-5 negara anggota BRICS. Dalam KTT tersebut menghasilkan sebuah perjanjian yang disebut Deklarasi Kazan yang mana deklarasi ini membahas berbagai krisis dan tantangan global serta menyerukan tatanan internasional yang lebih adil dan lebih setara.

Hingga saat ini anggota BRICS telah mencakup 10 negara yang merupakan anggota penuh yakni Brazil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab dan banyak negara lainnya yang juga mulai menjalin hubungan kerjasama meskipun belum memiliki status sebagai anggota penuh. Ini menunjukkan bagaimana eksistensi BRICS mulai meluas apalagi dengan kepemimpinan Rusia dalam BRICS tahun ini yang cukup frontal menyuarakan tentang dominasi 'mayoritas Barat'. Vladimir Putin dalam KTT ke-16 tersebut mengatakan bahwa "Pejabat Rusia telah mengindikasikan bahwa 30 negara lainnya ingin bergabung dengan BRICS atau mencari hubungan yang lebih erat dengan klub tersebut.

Meskipun belum berjalan optimal BRICS telah menawarkan berbagai keuntungan yang akan diterima jika bergabung dengan aliansi tersebut yang paling utama ada pada bidang ekonomi. BRICS dapat membuka peluang di pasar-pasar berkembang, membuka jalan bagi pertumbuhan di sejumlah sektor seperti kedirgantaraan, kendaraan listrik, hingga keuangan. Namun di samping keuntungan yang ditawarkan tersebut, branding BRICS terbilang positif sejauh ini juga karena dukungan framing media global yang mempublikasi mengenai hal positif dan futuristik atas kehadiran BRICS dalam hubungan internasional. Salah satu media yang mempublikasi adalah BBC (British Brocasting Corporation). Salah satu media internasional yang cukup besar ini turut mempublikasikan terkait BRICS dengan berbagai perkembangan serta keuntungan yang ditawarkan. Melihat bahwa reputasi BBC yang cukup luas, dapat dipastikan bahwa setiap yang membaca akan mengenal BRICS dengan hal-hal positifnya jika membaca publikasi yang dirilis oleh BBC. Meskipun BBC berasa dari Inggris, media ini tidak terpengaruh oleh kepentingan negara asalnya dan menjunjung integritasnya sebagai media global yang menyoroti kehadiran BRICS sebagai pesaing 'kekuatan Barat'.

Kini dengan reputasi yang bagus, akan semakin memperkuat strategi BRICS untuk memperluas cakupannya. Masyarakat global mungkin akan melihat bahwa kehadiran BRICS akan menyeimbangkan kekuatan dalam hubungan internasional dan memberi harapan baru untuk terlepas dari belenggu pengaruh negara-negara Barat, mungkinkah ini berarti melemahnya pengaruh barat? Alih-alih optimis dengan keberhasilan BRICS tetap ada kemungkinan bahwa hadirnya aliansi ini bisa jadi merupakan awal munculnya pengaruh baru yang mengikat negara-negara berkembang atau pengganti 'pengaruh Barat'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun