Perawat merupakan salah satu profesi di bidang kesehatan yang termasuk paling sering berinteraksi dengan pasien. Hal ini bukan tanpa sebab. Pekerjaan seperti memasang infus dan kateter, memberikan obat kepada pasien, sampai membantu pasien melakukan kebutuhan fisiologisnya merupakan tugas serta peran dari perawat yang harus dilaksanakan sesuai SOP. Lalu, bagaimana jika perawat dalam melaksanakan tugasnya bersikap tidak kooperatif dan tidak ramah?
Jika pada saat awal profesi ini eksis di dunia kesehatan perawat dipandang memberikan asuhan kepada pasien secara terintegrasi dan punya stigma baik, berbeda dengan saat ini yang banyak menganggap perawat sebagi suatu profesi pembantu dokter yang terkadang bersikap seenaknya dan tidak kooperatif dengan tindakan yang dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien. Lalu, apakah hal tersebut benar adanya?
Jika ditelusuri lebih lanjut, tidak semua perawat memberikan sikap yang tidak ramah selama menjalankan asuhan keperawatannya. Hanya segelintir oknum yang melakukan hal tersebut. Bahkan, bisa dibilang masih banyak perawat yang punya niat baik dan benar-benar ingin membantu pasien menjalankan pengobatannya. Perawat yang bersikap tidak ramah tersebut juga bukanlah tanpa sebab. Hal ini sering terjadi karena adanya miskomunikasi antara pasien dengan perawat ataupun perawat dengan keluarga pasien.
Selain itu, perilaku tidak ramah dan “judes” dari perawat seringkali disebabkan oleh burnout ataupun kejenuhan terhadap pekerjaannya akibat terlalu sering berinteraksi dengan pasien. Aktivitas yang padat dan waktu yang diperlukan saat bekerja dapat memicu kelelahan kerja akibat rutinitas pekerjaannya. Hal ini tentu sangatlah berbahaya terhadap mental health dari perawat itu sendiri. Tidak hanya kesehatan mental dari pasien yang harus diperhatikan, tetapi juga perawat, di mana sering berinteraksi dengan berbagai macam pasien yang tentunya dapat membuat jenuh juga, meskipun merupakan tanggung jawab yang memang harus diemban.
Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh PPNI pada tahun 2016 di empat provinsi, menunjukkan bahwa 50,9% perawat mengalami stress kerja. Angka ini tentu sudah melebihi setengah dari populasi perawat di empat provinsi tersebut. Lalu, apa yang membuat perawat bisa mengalami stress terhadap pekerjaannya? Penyebab stress yang sering kali terjadi pada petugas kesehatan adalah karena kerja shift, durasi yang panjang, dan adanya risiko terpapar penyakit menular dan infeksi tertentu. Hal ini tentu benar adanya. Jika kita mengulik pada masa pandemi COVID-19 saja, sudah berapa banyak perawat yang harus mempertahankan hidup dan waktunya untuk tetap di rumah sakit dan menyelamatkan ribuan nyawa. Hal ini tentu membuat kejenuhan yang berlebihan dan stress yang signifikan, serta dapat mengganggu kesehatan mental perawat.
Namun, masih saja perawat dianggap sebagai profesi yang hanya bertugas sebagai pembantu dokter. Padahal, perawat sendiri memiliki tugas dan tupoksi masing-masing sama seperti petugas kesehatan lainnya yang nantinya dapat berkolaborasi membantu pasien memenuhi kebutuhan fisiologisnya hingga dinyatakan sembuh dari suatu penyakit. Lalu, masihkah stigma negatif mengenai perawat ini akan sering muncul? Tentu saja iya. Menurut saya sendiri, hal ini tergantung mindset dari masing-masing pasien dan keluarganya. Seringkali perawat sudah melaksanakan tugasnya sesuai SOP, namun masih tetap saja ada teguran yang dilayangkan, entah itu karena kurang pahamnya pasien dan keluarga terhadap aturan yang berlaku, atau faktor internal lainnya.
Perawat juga merupakan manusia yang bisa merasakan stress dan burnout terhadap pekerjaan yang telah dilakukan setiap harinya. Perawat seringkali tidak bersikap judes maupun tidak ramah, namun tegas terhadap aturan dan SOP yang berlaku di suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Tuntutan pekerjaan dan pasien serta keluarganya, bisa jadi membuat perawat melupakan tanggung jawabnya untuk memberikan asuhan keperawatan dengan penuh perhatian dan membuat pasien terlindungi, namun hal ini tentu di luar kendali dari perawat itu sendiri apabila sudah mengacu pada ranah mental.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H