Ada pepatah dalam kehidupan, berbunyi: semakin banyak meminjam kekuatan, maka semakin menambah kelemahan. Hal ini berlaku bagi siapa saja dan dalam hal apa saja. Coba saja dalam berbisnis, kalau kita mau menjalankan usaha terlalu banyak meminjam modal dari orang lain, atau dalam menjalankan usaha kita lebih banyak mengandalkan otak orang lain, maka pada akhirnya kita akan lemah dalam mengembangkan usaha kita tersebut. Bayangkan kalau kemudian orang lain itu menarik modalnya secara tiba-tiba atau ada pekerja andalan kita tiba-tiba mundur, maka kita akan kewalahan dan bisa jadi kelimpungan.
Dalam pemerintahan negara, sering terjadi seorang kepala pemerintahan bertindak dan menjalankan kekuasaannya sangat ditopang oleh kekuatan militer. Nah, ketika militer membelot atau menarik dukungannya, maka kedudukan seorang kepala pemerintahan tadi akan segera ambruk.
Dalam konteks kehidupan pribadi, seorang yang sering meminjam sesuatu kepada temannya, entah uang atau barang, maka lama kelamaan, posisi orang itu akan semakin lemah: terhadap teman-temannya, dan juga dalam pengembangan pribadinya.
Bandingkan dengan kebalikannya. Seorang yang mendirikan usaha, dia lebih mengandalkan modal sendiri dan kemampuan sendiri dalam memanaje dan menjalankan usahanya, maka dia pasti lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan lebih kuat menghadapi masalah yang mungkin timbul dalam perjalanan usahanya.
Juga seorang pemimpin pemerintahan, yang dalam meraih kursi kekuasaan itu dia berdasarkan kharisma dan kualitas pribadinya, dan dalam menjalankan kekuasaannya dia tidak ditopang kekuatan tertentu, kecuali dukungan rakyat, maka dia akan mandiri dalam mengambil kebijakan dan keputusan, dan pasti kuat dalam menghadapi goncangan politik.
Orang yang sangat jarang meminjam sesuatu kepada orang lain, entah uang atau barang, biasanya orang itu akan memiliki integritas yang kuat, disegani dan dihormati orang lain. Sekalipun misalnya orang itu miskin atau rendah pendidikannya.
Mengkaji Perilaku Tokoh Politik Kita
Banyak tokoh politik kita dewasa ini, untuk meraih kekuasaan sering mengandalkan orang lain atau kelompok lain. Â SBY dulu membentuk koalisi besar untuk meraih kursi presiden (dia meminjam kekuatan berbagai parpol untuk memenangkan pilpres). Sekarang pun SBY mau membentuk poros baru lagi untuk merebut kekuasaan presiden dan tentu bukan SBY yang mau dicapreskan. Kemudian, hal yang sama mau diulang Capres Prabowo, untuk niat meraih kursi RI-1, dia berniat membentuk koalisi dengan "tenda besar" (artinya dia mau meminjam kekuatan parpol-parpol lain).
Apa konsekuensi yang diterima SBY selama ini karena banyak meminjam kekuatan parpol lain? Ya, dia lemah. Dia tidak berani mengambil kebijakan yang tidak populis, dia tidak berani tegas terhadap menteri-menteri, pokoknya dia tidak begitu mandiri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tertinggi negara. Alhasil, rakyat yang jadi korban.
Sekalipun tampaknya Prabowo menunjukkan tipe pemimpin tegas, tetapi kalau terjadi koalisi "tenda besar" untuk mengantarkannya menjadi Presiden, maka konsekuensinya adalah: masing-masing parpol dibagi kursi menteri dan jabatan lain, dalam pengambilan keputusan/kebijakan Prabowo harus selalu melakukan bargaining dengan pemimpin parpol lain. Dia akan menjadi "SBY Jilid 2" nantinya, kalau tidak terjadi konflik koalisi dan deharmonisasi di parlemen.
Jokowi Berbeda