Mohon tunggu...
sintiayuliani
sintiayuliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Saya adalah seorang pelajar yang sedang belajar dan akan terus belajar baik secara formal maupun non formal

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Urgensi Mengetahui Gharib Al-Qur'an

11 Desember 2024   05:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   22:03 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Urgensi pengetahuan akan pemaknaan kata-kata gharib atau asing pada Al-Qur’an sangat perlu diperhatikan, terutama dan terwajibkan bagi para mufassir. Pemaknaannya harus dilakukan secara cermat, teliti, dan tepat sebab berkaitan langsung dengan ketentuan dari maksud firman-firman Allah SWT. Jika sampai seorang mufassir kedapatan menafsirkan suatu makna Al-Qur’an dengan subjektifitas diri sendiri, maka sebenarnya ia telah berbual dan berbohong dengan menjual nama Allah SWT.[1]

Kata gharib yang berbahasa Arab menjadi tanggungan yang wajib dikuasai oleh mufassirin. Pernah suatu ketika, Yahya bin Nadlah Al-Madini bercerita :

“Aku mendengar Anas bin Malik mengatakan ‘Lelaki yang menjelaskan makna Al-Qur’an tanpa menguasai bahasa Arab jangan dipertemukan denganku, kecuali aku berikan siksaan untuknya”.

Pengetahuan yang mendalam mengenai bahasa Arab merupakan kunci dan syarat utama menafsirkan kalamullah dan memahami makna-makna dari setiap kosa kata di dalamnya. Raghib Al-Asfahani menambahkan bahwa bahasa Arab merupakan sebuah modal seseorang untuk memahami segala makna Al-Qur’an layaknya batu bata yang menjadi bahan baku pendiri bangunan.

Tidak hanya bagi mufassir, umat muslim akan mendapatkan pahala kebaikan membaca Al-Qur’an apabila semakin mantap terhadap kemukjizatannya karena mempelajari makna gharib yang terselubung di dalamnya. Rasulullah Saw bersabda :

“Barangsiapa membaca Al-Qur'an dan menguraikannya, maka setiap hurufnya terdapat sepuluh kebaikan, dan barang siapa yang membacanya dan melodi di dalamnya, baginya setiap huruf adalah kebaikan.”[2]

Para sahabat dahulu sangat berhati-hati dan teliti dalam menafsirkan. Sampai-sampai, ketika mereka menemukan lafad-lafad atau kalimat-kalimat yang gharib, aneh, atau yang belum bisa dimengerti, maka para sahabat akan diam. Atas dasar ini, An-Nawawi menyatakan dalam At-Tibyan fi Adabi Humalatil Qur’an bahwa menafsirkan dan menjelaskan Al-Qur’an akan menjadi haram bila tidak didasari ilmu, dan haram bagi seseorang yang bukan ahli dalam menjabarkan makna Al-Qur’an, kecuali mengutip pendapat para ahli.

Kendati demkian pentingnya, kita dapat menjumpai sekian ulama yang tidak menyetujui bahwa Al-Qur’an memiliki ke-gharib-an di dalamnya, karena meyakini bahwa bahasa Arab sudah jelas menjadi bahasanya Al-Qur’an sebagai miukjizat kerasulan. Jadi tidaklah mungkin dijumpai kata-kata gharib di dalamnya, maupun terindikasi ter-mix bersama bahasa yang lain. Alasan lainnya karena kefasihan bangsa Arab yang tidak perlu ditanyakan lagi.[3]

(1) MA. Zuhurul Fuqoha, S.Ud, M. S. I dan Dr. Abdul Karim, SS., MA, Tafsir Ghorib Al-Qur’an ( Sistematika Dan Metodologi), IAIN Kudus Press, 2021

(2) www.islamweb.net.

(3)Iffah H, Uin K, Maulana S, Banten H. “Makna Kosakata Gharīb Al-Qur’an Pespektif Makkī Al-Qaisī”. Jurnal al-Fath. 16(2):2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun