Dimasa sekarang ini, sudah tidak asing lagi dengan adanya kasus pisah meja dan ranjang atau bisa dikatakan pisah ranjang.
Pada Kasus-kasus permasalahan pisah meja dan ranjang yang terjadi di kalangan Indonesia ini, dapat merupakan perpisahan seorang suami-istri yang tidak akan mengakhiri dalam sebuah ikatan pernikahannya.
Sedangkan terletak di kitab KUH Perdata ini menurut pasal 233 Sampai 249 KUH Perdata dan hal ini pun bisa saja dapat menjadi untuk menuntut sebuah perceraian.
Seorang suami-istri dapat berwenang untuk menuntut pisah meja dan ranjang, pada gugatan ini pun termasuk dasar perilaku-perilaku yang melewati batas penghinaan maupun pengniyaan yang dilakukan oleh seorang suami-istri.
Sebagai tuntutan yang tercantum dimajukan,dan diperiksa maupun diselesaikan secara adanya seperti hal tuntutan perceraian dalam pernikahanÂ
Pada perpisahan Meja dan Ranjang ini boleh juga atas diperintahkan oleh hakim dan permintaan kedua belah pihak seorang suami-istri yang bersama-sama meski bilamana tidak ada berkewajiban bagi mereka tersebut maupun adanya alasan-alasan tertentu.
Apabila dari kedua belah pihak seorang suami-istri akan dimajukan ke pengadilan agama,meski mereka harus memiliki lampiran didalamnya baik itu Sebuah Akta perkawinan maupun keturunan mereka.
Jika selama pengumuman tersebut belum ada berlangsung dengan adanya keputusan yang tidak berlaku oleh orang ketiga maka ketentuan-ketentuan pada pasal 210 hingga 220,dan bagi pula 222 hingga 228 maupun dalam pasal 231 berlaku terhadap perpisahan Meja dan Ranjang atas permintaan yang salah dari kedua belah pihak seorang suami-istri dan yang lainnya.
Jadi kesimpulannya dari kasus pisah meja dan ranjang dikalangan Indonesia maupun di masyarakat masih begitu ditakutkan dan terutama untuk generasi kaum milenial untuk merenjak sebuah ikatan pernikahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H