Mohon tunggu...
sintia lasabuda
sintia lasabuda Mohon Tunggu... -

pass..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Indahnya Masa Kecil

13 April 2014   08:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:44 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Zahra !!! itulah namaku sehari-hari. Aku dilahirkan dari keluarga yang sederhana, anak pertama dari dua bersaudara. Dan adikku Arif, dia lebih muda 4 tahun dariku. Ayahku hanyalah seorang petani dan ibuku seorang guru Sekolah Dasar yang mempunyai gaji kecil. Yah cukuplah untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai kerja sampingan, ayahku menjadi supir bentor. Maklumlah hasil panen kebun ayahku minimal 3 sampai 4 bulan sekali, tidak setiap saat. Walaupun hidup berkecukupan, tapi aku sangat merasa bahagia yang tak semua orang dapat merasakannya.

Setiap malam, aku selalu menunggu ayah pulang. Kalau ayah belum pulang, aku tidak bisa tidur. Setiap kali aku memejamkan mata, wajah ayah selalu terbayang. Untuk menahan kantukku, aku bangun dan menonton TV. Ayah selalu pulang larut malam. Dan setiap kali ayah pulang, ayah tidak pernah melupakan makanan kesukaanku ( molen ). Makanan yang terbuat dari pisang…yang dibalut dengan tepung terigu lalu digoreng. Pukul 23.30… saat aku mendengar suara bentor ayah, segera aku membukakan pintu garasi. “ belum tidur ? “ Tanya ayah sambil memasukkan bentor ke garasi. “ belum.. nunggu molen dari ayah..hehehe” jawabku sambil tertawa kecil dan menutup kembali garasi bentor. “ wah..maaf, ayah lupa beli molen. Ayah pikir Zah udah tidur” sambung ayah sembari menggandeng tanganku dan masuk ke dapur. “ ya udah deh, Zah tidur saja” dengan nada kecewa, aku masuk kamar dan membaringkan badanku ke tempat tidur.

“Zah…sini..coba lihat, ayah bawakan sesuatu buat Zah”. Tak lama kemudian ayah memanggilku. Aku segera bergegas menuju dapur. Ternyata ayah membawakanku bakso. Segera ku lahap bakso itu sampai tak bersisa. “gosok gigi dulu baru tidur”…….sambil mengusap lembut punggungku. Selesai gosok gigi, segera aku menuju tempat tidur dan tidur disamping ayah. Kami tidur berempat dalam satu kasur. Dan kamarnya memang hanya ada satu.

Waktu itu, aku berumur 9 tahun dan duduk dikelas 4 Sekolah Dasar. Aku mempunyai tetangga yang sudah lulus SMA dan melanjutkan ….keperawatan. Setiap kali ia lewat memakai seragam perawat, aku selalu menyampaikan keinginanku untuk menjadi seorang perawat kepada ayah. Dan ayah selalu bilang, “ingin menjadi apapun, terserah kamu. Asalkan ingin berusaha”. Mulai saat itu, aku tertarik belajar tentang Ilmu Pengetahuan Alam disekolah. Saat penaikan kelas 5, aku mendapat juara I kelas. Sampai-sampai temanku yang selalu mendapat juara, sekarang turun ke-juara II. Senang yang kurasakan saat itu, karena sebelumnya, aku hanya mendapat juara II. Ingin rasanya aku segera pulang dan menunjukkan hasil belajarku selama ini kepada ayah. Saat ayah pulang beristirahat, segera aku menyambutnya dan menunjukkan hasil raport kepada ayah. Pada malam harinya, ayah membawa kami jalan-jalan dan makan bakso kesukaanku. Tak lupa, ayah membelikanku molen setelah pulang.

Saat umurku. 12 tahun dan duduk dikelas 6 Sekolah Dasar, aku  mulai mengalami tanda-tanda pubertas yang biasa dialami oleh para gadis yang menginjak usia dewasa. Aku mulai tertarik pada yang namanya laki-laki. Tak jarang, aku sering tebar pesona pada setiap laki-laki yang lewat didepan rumah. Kadang, disore hari, aku menyapu halaman depan hanya untuk melihat mereka. Diantara mereka, aku juga mempunyai lelaki yang aku idolakan. Tak henti aku memandangnya setiap kali ia lewat.

Ujian akhir sekolah sudah dekat, aku menyibukkan diri untuk belajar. Siang hari, sepulang sekolah aku dan 3 sahabatku belajar kelompok. Kadang dirumahku, kadang dirumah sahabatku. Sehabis belajar, kami mengisi waktu kosong untuk bermain di sawah, tepat dibelakang rumahku. Kami juga termasuk anak-anak yang nakal waktu itu. Setiap kali kami main di sawah dan melihat ada buah-buahan, segera kami panjat tanpa sepengetahuan pemilik buah. Akulah yang menjadi pemanjat pertama diantara ke-3 sahabatku. Karena akulah yang berani. Suatu ketika, saat aku dan sahabatku memanjat buah rambutan, tiba-tiba pemiliknya memergoki kami sedang memetik rambutan diatas pohon. Beruntung sahabatku yang lainnya melihat sang nenek yang memergoki kami. “ heei… cepat turun…kalau tidak, nenek itu akan memakan kalian hidup-hidup ” teriak temanku ketika melihat nenek itu mulai berjalan dan mendekati pohon rambutan itu. Aku dan sahabatku yang kaget, segera meluncur dari pohon seakan tak peduli baju yang kami kenakan akan dipenuhi noda. Tak lupa, kami masih menyempatkan diri untuk mengambil hasil buah curian yang kami ambil dengan susah payah. “Dasar anak nakal.. nenek laporin ke orang tua kalian”. Kami tak peduli dan terus berlari sambil tertawa. Kami berhenti di bawah pohon kelapa ditengah sawah dan menyantap buah rambutan hasil curian.

Seminggu setelah kejadian itu, kami benar-benar focus dengan ujian Nasional. Ujian Nasional berlangsung selama 3 hari. Setelah ujian, kami sudah jarang ke sekolah. 2 minggu setelah ujian, pengumuman hasil ujian dipajang tepat didepan kelas, dan Alhamdulillah kami lulus 100 %.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun