Pembentukan Danantara sebagai entitas yang mengelola hampir seluruh aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memicu berbagai kekhawatiran di masyarakat, mulai dari ancaman monopoli, transparansi pengelolaan dana, hingga dampaknya terhadap stabilitas sistem perbankan nasional. Dengan 99% kepemilikan BUMN berada di bawah kendali Danantara, sementara hanya 1% dikuasai pemerintah, muncul pertanyaan besar mengenai siapa sebenarnya yang memiliki kendali penuh atas aset negara.
Kekhawatiran ini semakin meningkat karena munculnya isu bahwa banyak masyarakat mulai beralih ke bank-bank swasta, yang menandakan menurunnya kepercayaan terhadap bank-bank BUMN. Selain itu, dugaan bahwa mantan koruptor ikut andil dalam kepengurusan Danantara semakin memperburuk citra entitas ini, memunculkan ketakutan bahwa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih kuat mengakar dalam pengelolaan aset negara.
Lebih jauh, program hilirisasi yang diklaim menjadi salah satu tujuan utama pembentukan Danantara justru menuai kritik karena tidak sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan banyak merusak lingkungan. Jika tidak dikelola dengan baik, Danantara berisiko menjadi beban ekonomi sekaligus ancaman ekologis yang merugikan masyarakat luas.
Monopoli Terselubung : Bahaya Dominasi Pasar oleh Danantara
Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan adalah potensi monopoli ekonomi yang terjadi akibat penguasaan hampir seluruh aset BUMN oleh Danantara. Dengan posisi dominannya, Danantara bisa memiliki kendali penuh atas berbagai sektor strategis, dari energi, infrastruktur, keuangan, hingga industri manufaktur.
Kondisi ini bisa menghambat persaingan usaha yang sehat, terutama bagi perusahaan swasta yang tidak memiliki akses ke sumber daya sebesar Danantara. Dalam jangka panjang, dominasi Danantara bisa membuat harga barang dan jasa menjadi tidak kompetitif, merugikan konsumen, dan menghambat inovasi di sektor industri.
Lebih jauh, dengan hanya 1% kepemilikan di tangan pemerintah, muncul pertanyaan besar "apakah pemerintah masih memiliki kendali dalam pengambilan keputusan strategis, atau justru kewenangannya semakin terbatas?" Jika pengelolaan Danantara tidak diawasi dengan baik, maka potensi penyalahgunaan kekuasaan dan mismanajemen menjadi sangat besar.
Transparansi dan Akuntabilitas : Masyarakat Mulai Kehilangan Kepercayaan
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan Danantara menjadi salah satu faktor utama yang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap bank-bank BUMN. Hal ini terlihat dari banyaknya nasabah yang mulai beralih ke bank swasta, karena mereka menganggap bank-bank BUMN berisiko tinggi akibat ketidakpastian pengelolaan asetnya di bawah Danantara.
Lebih buruk lagi, muncul dugaan bahwa mantan koruptor ikut andil dalam kepengurusan Danantara. Jika benar, maka hal ini menunjukkan bahwa reformasi tata kelola BUMN masih jauh dari kata ideal. Bagaimana mungkin individu dengan rekam jejak buruk dalam pengelolaan keuangan negara bisa diberikan peran strategis dalam entitas yang menguasai hampir seluruh aset BUMN?