Fenomena manusia gerobak merupakan realita dari kondisi pendatang yang ingin mencari peruntungan di Jakarta, tetapi tidak dibekali dengan kemampuan yang dapat bersaing. Para 'Manusia Gerobak' ini terjebak dalam jurang kemiskinan karena faktor pendidikan yang rendah dan tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga dengan cara seperti inilah mereka berusaha bertahan hidup.
Manusia gerobak merupakan orang-orang yang membawa dan hidup di gerobak untuk tetap bisa bertahan hidup. Hal ini dilakukan tentu saja bukan karena keinginan mereka, keadaan yang memaksa mereka untuk menjalani hidup bersama sebuah gerobak karena ketidakmampuan untuk menyewa sebuah rumah yang layak. Sebuah kendaraan yang terbuat dari kayu dengan ukuran yang memprihatinkan ini dijadikan 'alat kerja' sekaligus rumah. Mereka bekerja dengan mengumpulkan barang bekas yang selanjutnya akan disimpan di dalam gerobak tersebut, bersamaan dengan tempat tidur mereka.
Fenomena kesenjangan kehidupan yang sangat kontras di balik kemegahan Jakarta sebagai kota metropolitan ini sangat menarik untuk dibahas menggunakan teori-teori pembangunan untuk membuktikan bagaimana kondisi pembangunan yang sebenarnya. Daya tarik Jakarta yang seperti magnet ini pun perlu dibedah lebih dalam karena hal ini tidak selalu memiliki arti positif, melainkan ada juga sisi negatifnya yang mencerminkan terjadinya ketidakmerataan pembangunan. Hal ini bermakna bahwa pembangunan hanya terpusat di kota-kota besar, khususnya Jakarta.
Keterkaitan teori pembangunan menurut Amartya Sen dengan Fenomena 'Manusia Gerobak'
Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika membicarakan tentang pembangunan? Menurut kalian, apakah suksesnya pembangunan di Indonesia hanya diukur dengan indikator yang terlihat secara fisik, seperti pembangunan infrastruktur yang dilakukan terus menerus atau tingginya pendapatan perkapita suatu negara?
Well, konsep pembangunan konvensional seperti itu sudah ditentang oleh Prof. Amartya Sen, loh. Jika kalian belum mengenal siapa sosok Prof. Amartya Sen, mari mengenal beliau lebih dalam.
Prof. Amartya Sen, siapakah dia?
Secara singkat, Amartya Kumar Sen merupakan seorang ekonom dan filsuf berkebangsaan India. Semasa hidupnya, Prof. Sen telah menciptakan sebuah buku yang berjudul "Powerty and Famines-An Essey on Entitlement and Deprivation". Nah, dalam buku ini beliau menentang konsep pembangunan konvesional dengan menciptakan sebuah opini baru yang didukung dengan argumen dan bukti yang kuat. Bagaimana penentangan yang dilakukan Prof. Amartya Sen? Artikel ini akan membahas tuntas bagaimana keterkaitan antara fenomena 'Manusia Gerobak' dengan pembangunan menurut Prof. Amartya Sen.
Pembangunan yang seharusnya adalah pembangunan yang mengutamakan kebebasan dengan mewujudkan hak setiap individu yang seharusnya didapatkan, bukan hanya berfokus pada pembangunan secara fisik
Ketika bicara tentang pembangunan, yang diketahui masyarakat secara umum adalah pembangunan yang dapat terlihat secara fisik, yaitu hanya dari pembangunan infrastruktur dan pendapatan perkapita. Namun, konsep pembangunan konvensional seperti ini sudah dipatahkan oleh Prof. Amartya Sen. Beliau memberikan penekanan terhadap masalah kesehatan dan pendidikan, dan menyebut negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi tetapi memiliki standar kesehatan dan pendidikan yang rendah sebagai kasus “pertumbuhan tanpa pembangunan”.
Menurut Prof. Amartya Sen, pembangunan seharusnya proses perluasan kebebasan (freedom) melalui perwujudan hak-hak dasar manusia (entitlement) di satu pihak dan pembinaan kapabilitas manusia (human development) di lain pihak. mengedepankan kebebasan sebagai tujuan dan istrumen pembangunan. Kategori keberhasilan pembangunan terutama pada manusia sebagai subyeknya dapat dilihat ketika memiliki kebebasan yang semakin meningkat.
Apakah Indonesia telah berhasil menerapkan pembangunan seperti pendapat Amartya Sen?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus mengupas terkait permasalahan kemiskinan yang dialami oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam fenomena 'Manusia Gerobak' ini.
Pada Fenomena 'Manusia Gerobak' dapat kita lihat bahwa mereka mengalami dua jenis kemiskinan.
- Pertama, sesuai sudut pandang pendapatan, 'Manusia Gerobak' mengalami kemiskinan absolut, hal ini karena hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Kondisi ini dapat kita lihat pada realita mereka yang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok, serta tidak memiliki tempat tinggal. Mereka hanya bisa menggantungkan hidupnya di pinggir jalan menggunakan gerobak yang menjadi alat untuk mencari uang dari rongsokan dan sekaligus menajadi rumah untuk beristirahat.
- Kedua, berdasarkan faktor penyebabnya, kemiskinan yang dialami 'Manusia Gerobak' adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak adil dan juga faktor-faktor rekayasa manusia. Kondisi ini dapat kita lihat pada tingginya angka urbanisasi masyarakat daerah ke Jakarta untuk mencari peruntungan memperbaiki hidupnya, kondisi ini menunjukkan tidak meratanya pembangunan dan hanya terfokus di kota-kota besar, seperti Jakarta.
Berdasarkan pemikiran Prof. Amartya Sen, kita dapat melihat bahwa Indonesia masih belum menjalankan pembangunan yang sempurna. Dengan adanya fenomena ‘Manusia Gerobak’ dengan kondisi yang memprihatinkan, tentu saja menunjukkan tidak ada perwujudan hak-hak dasar manusia (entitlement) seperti hak mendapatkan kesehatan yang baik, tempat tinggal yang layak, dan pendidikan yang layak yang seharusnya didapatkan oleh sekelompok masyarakat yang kurang beruntung tersebut.