Selalu ada yang unik menarik tiap kali berkunjung ke daerah.
Bukan hanya ciri khas budaya yang berbeda, tapi juga bagaimana FLP daerah tersebut bekerja. FLP Wilayah Lampung seharusnya memiliki beberapa cabang yang aktif seperti Bandar Lampung, Lampung Timur, Lampung Utara, Lampung Selatan, Metro dan Lampung Tengah. FLP Cabang yang telah aktif bergerak adalah Metro, Bandar Lampung, Lampung Timur dan Lampung Utara. Lampung Selatan dalam proses, pengurusnya telah siap memikul amanah; Lampung Tengah dalam embrio.
FLP Lampung selama ini dinahkodai Naqiyyah Syam atau Yayuk, seorang ibu muda yang sangat aktif menulis. Tulisan2nya dimuat di koran nasional, buku-bukunya juga beriring terbit. Salah satu program unik FLP Lampung adalah perpustakaan keliling.
“Bagaimana cara mengadakannya?” saya ingin tahu.
“Bawa pakai koper mbak,” jelas anggotanya. Saya lupa, Santi atau Shinja yang mengatakannya ya?
Wah, terbayang semangat mereka menggotong koper, menggelar alas, memasarkan buku untuk dibaca dan alhamdulillah…laris!
Ada beberapa kendala yang dihadapi FLP Lampung, sama seperti FLP wilayah lain. Pengurus dan anggotanya terutama mahasiswa. Seiring mereka lulus dan bekerja di luar wilayah FLP semula, maka kekosongan terjadi. Alhamdulillah, teman-teman selalu berupaya mencari solusi bagi masalah yang ada.
Naqiyyah Syam pernah sendirian memimpin FLP Lampung, disebabkan pengurusnya terpaksa harus pindah keluar kota, menyelesaikan kuliah atau menikah lalu diboyong suami. Salah satu solusi sementara adalah meminta bantuan cabang FLP terdekat, Bandar Lampung. Memang ada tumpang tindih pekerjaan, tetapi akselerasi pun timbul. Alhamdulillah, ketua FLP Bandar Lampung menjadi ketua wilayah Lampung sekarang, Tri Sujarwo. Melihat semangat dan pengalaman Jarwo –panggilan akrabnya- , insyaallah FLP Wilayah Lampung bergerak lebih baik.
Kunjungan BPP FLP kali ini, saya menginap di rumah seorang pengurus FLP Kids Lampung, Desma. Gadis yang akrab dipanggil Miss Desma ini, karena mengajar English Course di SMPIT Permata Bunda; mahir menjadi MC dan akrab dengan dunia anak-anak. Punya keahlian melukis dan…memasak. Di rumah kontrakan Desma; saya disuguhi masakan anak-anak kost yang enak sekali. Pagi pertama sarapan nasi goreng buatan Pina. Pagi kedua makan tempe telur puyuh pedas dan…tumis jamur! Terus terang, jamur bukan makanan favorit saya. Eneg banget tiap kali lihat dijual di tukang sayur, diolah dengan nasi atau apapun. Rasanya, terasa sekali ke-jamur-annya, pening dan pusing tiap kali mencium baunya. Sarapan tumis jamur kali itu, dibuat oleh Shinja, Desma dan Pina. Rasanya uennnaaak tenan! Sarapan sampai tambah nasi beberapa kali, begitupun makan siang masih dengan lauk tumis jamur dan tempe pedas saya tambah beberapa kali. Saya sendiri heran, kok anak-anak kos-kosan ini pandai memasak?
“Resepnya apa? Pakai vetsin?”
“Oh, enggak,” jawab mereka serempak.
Bawang merah, bawang putih, cabe, garam, gula pasir. Bumbu biasa. Tapi kok enak banget?
Saya masih penasaran. Jamur yang biasanya saya tidak doyan sama sekali, di sana bisa lahap banget!
“Apa sih rahasianya?” saya masih penasaran.
Ternyata, kata mereka, “pakai doa Mbak! Kami berdoa pas kami masak, supaya masakan kami enak.”
Oh, jadi itu rupanya. Hm, kadang kita memang meremehkan doa ya…ternyata, ketika berdoa masakan enak, doa itu meresap ke dalam bumbu-bumbu.
Rumah Cahaya + Pendongeng
Salah satu unggulan FLP adalah Rumah Cahaya, Rumah Baca dan Hasilkan Karya. FLP Wilayah Lampung memiliki beberapa Rumah Cahaya yang masih harus ditingkatkan lagi kualitas pengelolaannya. Akses mendapatkan buku insyaallah terbuka, cara menarik massa terutama anak dan remaja, yang harus lebih diinovasi.
Terobosan FLP Wilayah Lampung dalam acara workshop 4 Mei 2014 adalah mengundang kak Firman, pendongeng sekaligus penulis Lampung. Cara kak Firman mendongeng yang lucu sekali; meniru suara kucing marah, kucing mencuri, gajah, bebek, ayah jantan dan betina sungguh menginspirasi teman-teman FLP. Untuk menarik massa anak-anak, tentulah harus bisa mendongeng juga.
Belajar dari Para Penulis
Core utama FLP adalah menulis dan menghasilkan karya .
Dalam talkshow Lampung Bercahaya, Menebar Cinta dengan Sastra; FLP Wilayah Lampung mengundang Tuti Sitanggang ( PNS & Penulis Cerita Anak), Peringga Ancala (Desainer dan Penulis Novel), Kak Firman (Pendongeng dan Penulis) , saya sendiri Sinta Yudisia sebagai perwakilan BPP FLP. Sebelum talkshow, didahului Musyawarah Wilayah FLP Lampung 3 Mei 2014. Naqiyyah Syam yang bertugas 2012-2014 digantikan oleh Tri Sujarwo.
Ilmu yang subhanallah luarbiasa dapat diambil dari talkshow kemarin :
1. Apapun profesinya, tetaplah menulis. Menulis itu mengalir aja kok. Tapi, tetap harus berdasar data dan referensi. Misalnya, ambil data-data antropologi untuk menulis jenis etnografi (Peringga Ancala)
2. Sekalipun sudah berhenti 20 tahun, tetap merasa menulis panggilan jiwa. Menulis dari yang mudah dulu, buat antologi dulu. Bagi anak-anak yang mau menulis, kak Tuti sarankan bisa ke Kiddo GPU, minimal 50 halaman. Kalau antologi, harus satu tema. Misal persahabatan (Tuti Sitanggang)
3. Menulis itu ingin menggali ragam kebudayaan daerah, seperti Misteri Pulau Betuah. Isinya tentang bagaimana kehidupan penyu. Novel ini terbitan Kiddo (Tuti Sitanggang)
4. Menulis novel tidak mesti bab 1-10 urut. Ambil aja bab yang disukai, kerjakan lebih dulu (Peringga Ancala)
5. Kita harus menyelamatkan generasi emas Indonesia dengan dongeng-dongeng mendidik, juga tulisan edukatif (kak Firman)
6. Sebagian penulis harus pakai outline dan terpogram, salah satunya kak Tuti Sitanggang dan saya sendiri, Sinta Yudisia. Tapi penulis macam kak Peringga Ancala, menulis mengalir begitu saja.
Selamat Berkarya, FLP Lampung. Berbakti, Berkarya, Berarti. 3 pilar FLP : kekaryaan, keorganisasian, keislaman.
Go FLP!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H