Lamunannya kian memuncak tatkala dirinya tak dianggap hanya karena kesalahpahaman pada apa yang menjadi ketakutannya saat itu.
"Jangan mendekat atau aku yang menjauh?"
"Jangan. Aku tak sudi melihat apapun, suara itu mengapa selalu hadir seakan mengikuti arah kemanapun aku pergi."
Dirinya tak tahu harus berbuat seperti apa. Dalam keseharian, dirinya hanya manusia biasa namun pikirannya mengarah pada ilusi-ilusi yang seakan mengikutinya. Terdiam dan merenung kembali, tak tahu arah seketika hingga tak sadar diri bahwa pikirannya selalu menghasut setiap tindakan yang ditunjukkannya.
"Kalian yang ada di bumi ini jangan sesekali bertindak gegabah, kuasa atas dirimu tetap hatimu yang menentukan. Tindakan yang dirimu tunjukkan adalah hasil dari ragamu yang bergerak. Ada lagi. Ada lagi. Aku sudah tak tahan ingin segera keluar dari pikiran ini, rasanya seperti biasa, ramai penuh sorak sorai namun nyatanya diriku tetap sendirian." Ujar Diva hilang kendali.
Diva namanya, berwajah datar tanpa ekspresi dan hanya menunduk saja namun dalam pikirannya banyak pergulatan yang terjadi. Kata-kata kiasan yang ditunjukkan semakin menjadi-jadi. Orang lain yang melihat dirinya hanya termenung sambil memakluminya. Diva memang merasa jikalau ada yang aneh dengan dirinya dan dia menyadari bahwa ada hal yang perlu dibenahi dalam pikirannya. Sedikit empati atau simpati dari orang-orang disekitarnya mampu untuk menyadarkan pikirannya walau hanya seketika.
Diva paham mengenai kondisinya saat ini walau pikiran dan batinnya seakan tak sinkron namun Diva masih mampu untuk sadar diri walau hanya beberapa saat yang terkadang dirinya lepas kendali kembali. Gangguan neurotransmitter dalam otaknya membuat dirinya harus menerima terapi supaya tetap stabil. Diva memang tahu dengan kondisi yang dialaminya namun dirinya harus mampu untuk tetap bertahan dengan berbagai pertanyaan yang terkadang membuatnya begitu ketakutan hingga merasa terasing dengan dirinya sendiri.
"Mengapa Tuhan seakan tak adil pada diriku, bayangan itu seakan mengikuti, membicarakan diriku. Dan mengapa harus aku yang mengalaminya? Suara itu selalu ikut dan menghasut setiap pikiran hingga mengombang-ambing perasaanku. Aku tahu ini hanya suatu ilusi namun mengapa hal itu seakan benar terjadi. Ibuku yang tak lama meninggal kini kembali menemani setiap langkah perjalanku. Apa ini hanya suatu bayangan atau kenyataan? Diriku tak bisa mengenalinya seakan dunia selalu berubah-ubah setiap waktunya. Kali ini memang benar, duniaku berubah aku kehilangan seseorang yang begitu tulus mencintai diriku. Sosok yang paling setia yang selalu menemani kini telah tiada. Aku paham, ini suatu takdir namun mengapa dirinya yang pertama Kau ambil hingga menjadikan diriku kini sendirian." Tutur batin Diva bernala-nala.
Kepergian ibunya membuat Diva seakan tak berdaya hingga membuatnya kehilangan arah. Dalam ilusinya Diva percaya bahwa sosok yang dicintainya selalu ada didekatnya bahkan mendampingi dirinya. Kata-kata positif atau negatif dirinya dengar. Di lain waktu, sugesti Diva akan ilusi yang terjadi membuatnya kembali menyadarkan bahwa hidup harus terus berjalan.
 "Dirimu jangan sampai kamu hancurkan karena duka yang membuat luka. Dirimu harus tetap bertahan bahwa setiap yang hilang akan selalu menemukan penggantinya bahkan lebih baik dari sebelumnya meskipun kenangannya saja yang tak akan pernah hilang bahkan kau lupakan. Sosok yang dirimu cintai kini sudah berpulang dan dirimu harus berusaha untuk mengikhlaskannya karena takdir tak bisa kamu ubah. Kamu jangan sampai hilang arah, kamu pasti bisa kembali kesemula dan percayalah akan selalu ada pelangi setelah hujan yang akan menunjukkan setiap keindahannya." Tutur Diva seakan sadar dengan keadaanya.
Sugesti inilah yang kini menjadikan Diva menyadari bahwa terlalu meratapi kepergian seseorang yang dicintai hanya akan menghancurkannya. Dirinya harus mampu keluar dari berbagai hasutan pikiran negatif yang mengganggunya. Sugesti inilah yang mengantarkan Diva untuk memutuskan bahwa hidup harus terus berjalan jangan sampai hilang arah dan tetaplah percaya diri bagaimana pun kondisinya saat ini dimana kondisi yang dialami Diva bukan akhir dari segalanya karena Diva masih tetap menjadi seorang manusia yang memiliki pikiran dan perasaan hingga dirinya percaya akan selalu ada harapan untuk dapat pulih. Gangguan neurotransmitter dalam otaknya terkadang memang mengobang-ambing setiap perasaannya namun dengan tekad yang kuat maka hal itu pasti dapat Diva atasi dengan sebaik-baiknya tekad yang batinnya miliki.
"Diriku tetap aku dan duniaku tetap harus berjalan. Lupakan luka itu dan bangkitlah untuk membuka lembaran baru." Ujar Diva dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!