Mohon tunggu...
rdsinta
rdsinta Mohon Tunggu... Freelancer - Content writer

| Bacalah untuk upgrade dirimu | Double Degree S1 Farmasi dan Sastra Inggris 2022, aktif dalam penulisan konten tentang berbagai informasi yang unik, menarik dan kekinian di sekitaran masyarakat | Instagram : @rdsinta_

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Berkebutuhan Khusus Juga Harus Punya Privilese!

14 Maret 2023   11:00 Diperbarui: 14 Maret 2023   10:58 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABK atau Anak Berkebutuhan Khusus sejatinya terdapat perbedaan yang mungkin perlu perhatian lebih dalam mendidik dan menanganinya. Lingkungan yang ramah diperlukan untuk semua anak ABK ini agar bisa memiliki hak tumbuh, berkembang secara wajar dan mengembangkan potensi dalam dirinya dalam lingkungan yang nyaman dan terbuka. Di Indonesia sendiri kondisi lingkungan yang "ramah" ini masih terlalu massif. Banyak faktor yang melatarbelakanginya dari pelabelan hambatan sosial bahkan cara berinteraksi dan belum terciptanya pola asuh yang efektif. ABK sendiri adalah anak yang memiliki keterbatasan keluarbiasaan bisa fisik, mental intelektual, sosial maupun emosional yang dapat memberikan pengaruh signifikan pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak dibanding dengan anak seusianya.  

Dalam menciptakan pola asuh dan penanganan yang tepat memang pengertian orangtua atau orang terdekatlah yang memberikan andil besar. Penolakan dari masyarakat dan lingkungan sekitar masih sering dijumpai. Padahal semua orang yang hidup dan tumbuh berkembang memiliki hak untuk bebas dalam menjalani kehidupannya masing-masing tidak boleh dibeda-bedakan semuanya harus sama rata dan setara. 

Dalam hal ini, privilese untuk ABK perlu diperhatikan dan diterapkan dengan tujuan memberikan korelasi positif dan motivasi serta penerimaan diri oleh ABK sendiri atau orang terdekatnya misalnya dengan mengetahui dan memahami apa itu ABK, tidak menggunakan istilah-istilah yang bersifat menyinggung atau merendahkan, menyediakan sarana dan prasarana public yang dapat diakses ABK dan melakukan pemberdayaan ramah ABK seperti dalam bidang kesehatan, pendidikan, mata pencaharian atau sosial.

Lingkungan keluarga dan orang tualah yang pertama kali harus memberikan dukungan penuh terhadap ABK ini, tujuannya untuk pemenuhan hak ABK agar bisa hidup dengan kemandiriannya, bisa diterima di lingkungan sekitar dengan membangun mental yang tangguh dalam dirinya disertai rasa kepercayaan diri dan pengembangan potensi yang mereka miliki. Banyak cara agar hal ini dapat terwujud dengan baik dan memberikan benefit untuk para ABK sendiri, mereka akan lebih siap dalam menghadapi dunia luar dan bahkan bisa berinteraksi sosial selayaknya anak biasa seusianya.

Namun terkadang ada segilintir orangtua yang tak mampu dalam membangun hal positif dalam diri ABK ini karena memang tak bisa dipungkinri ABK ini memiliki kondisi berbeda dari yang lain sehingga rasa sedih, menyalahkan diri sendiri, ketidakterimaan orangtua terhadap anaknya yang berujung pengabaikan ABK itu sendiri. Jika hal ini terjadi maka para orangtua harus bisa menerima dengan lapang dada bahwa semuanya sudah merupakan takdir dari Sang Pencipta. Namun, jika memang tidak kuat para orang tua membutuhkan pedampingan dalam pola pengasuhannya agar jangan sampai benar-benar terabaikan. Salah satunya dengan berinteraksi sesama komunitas ABK, memasukan ABK ke Sekolah Khusus ABK untuk pengembangan diri dan melatih potensi pada dirinya, mengikuti terapi-terapi yang ada dan yang terpenting meningkatkan kedekatan emosional dengan ABK agar tercipta suasana aman, nyaman dan damai.

Sebenarnya, ABK bukanlah suatu hambatan sosial dalam kehidupan justru jika dieksplor keterampilan dan pengembangan potensi dirinya secara tepat, ABK ini bisa saja menjadi Luar Biasa dibanding dengan yang lain, tak ada yang tidak mungkin jika terus berusaha dan menerima segala keadaan yang datang dalam diri. Semuanya sama tak perlu dibeda-bedakan. ABK juga harus punya Privilese dalam kehidupannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun