Mohon tunggu...
Sinta Rahayu
Sinta Rahayu Mohon Tunggu... Perawat - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ilmu kesehatan Universitas Horizon Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pungli No Way, Karawang Okay!

18 Desember 2024   18:45 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:45 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Cegah Pungli, Sumber: Pemkot Bandung


PUNGUTAN LIAR atau yang lebih dikenal dengan istilah pungli, menjadi salah satu permasalahan serius di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Karawang. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan lemahnya sistem pengawasan, tetapi juga menunjukkan perlunya perubahan mendasar dalam budaya birokrasi dan masyarakat. Di Karawang, pungli seringkali ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari layanan administrasi publik, perizinan usaha, hingga sektor transportasi. Sebagai salah satu daerah dengan perkembangan ekonomi yang pesat, Karawang seharusnya menjadi contoh transparansi dan integritas dalam pelayanan publik. Sayangnya, praktik pungli justru menjadi hambatan bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berkembang.

Ombudsman Republik Indonesia mencatat 16 ribu pengaduan terkait dugaan maladministrasi di sektor layanan publik pada tahun ini, meningkat dari hampir 14 ribu pengaduan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 11% atau sekitar 1.760 aduan berkaitan langsung dengan praktik pungli. Pada April 2024, Tim Saber Pungli Karawang melakukan operasi penindakan yang berhasil menjaring 79 pelaku pungli, termasuk premanisme dan juru parkir liar. Total uang tunai yang disita mencapai Rp 901 ribu. Dari 79 pelaku, satu kasus dilanjutkan ke proses hukum, sementara 78 lainnya diberikan pembinaan.


Penyebab Pungutan Liar: Kultur Nepotisme, Ketidakpuasan Penghasilan, dan Kurangnya Transparansi

Pungutan liar atau pungli adalah interaksi antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh berbagai kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri. Hal yang mendorong terjadinya pungli yaitu Kultur nepotisme dan koneksi di lingkungan birokrasi, menjadi faktor penting dalam terjadinya praktik pungli. Hal ini karena orang yang memiliki koneksi atau jaringan yang luas di lingkungan birokrasi, dapat memanfaatkan posisi atau jabatannya untuk mengambil keuntungan pribadi, termasuk melalui pungli. Ketika sebuah sistem membiarkan orang untuk memanfaatkan posisi atau jabatan mereka untuk kepentingan pribadi, maka hal tersebut akan menjadi sangat mudah dilakukan. salah satu penyebab utama terjadinya praktik pungli, adalah ketidakpuasan atas gaji atau penghasilan yang diterima oleh pejabat atau pegawai publik. Sejumlah pejabat atau pegawai publik merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka tergoda untuk mencari sumber penghasilan tambahan melalui praktik pungli. Dalam hal ini, upaya untuk meningkatkan penghasilan melalui pungli bisa menjadi cara yang mudah dan cepat.

Foto Pungli, Sumber: Lensakini.com
Foto Pungli, Sumber: Lensakini.com

Sistem pemerintahan yang kurang transparan, juga menjadi faktor penyebab praktik pungli. Ketika proses pengambilan keputusan dan pengelolaan dana publik tidak dilakukan secara transparan dan terbuka, maka hal itu akan memberikan peluang bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik pungli. Pemerintah yang transparan dan akuntabel, akan memudahkan masyarakat untuk memonitor dan mengawasi tindakan pemerintah. Hal ini juga dapat mengurangi peluang terjadinya praktik pungli, karena para pelaku akan lebih berhati-hati dalam melanggar hukum.


Dampak Merugikan Pungutan Liar: Ekonomi dan Sosial 

Pungutan liar (pungli) memiliki dampak yang sangat merugikan dalam aspek kehidupan ini baik individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Pungli menjadi masalah serius yang menambah beban biaya tidak seharusnya, sehingga mempengaruhi kestabilan keuangan individu dan perusahaan. Selain itu, pungli menghambat akses layanan, terutama bagi mereka yang tidak mampu membayar, yang berisiko terhalang mendapatkan layanan yang seharusnya terbuka untuk semua. Hal ini berujung pada penurunan kepercayaan publik terhadap institusi, yang mengganggu pertumbuhan ekonomi dengan menimbulkan biaya tambahan dan menciptakan lingkungan bisnis yang tidak sehat. Secara moral dan etika, pungli menormalisasi perilaku suap, merusak nilai sosial, dan menciptakan budaya korupsi yang lebih luas. Selain itu, pungli memperbesar ketidakadilan dan kesenjangan sosial, memberikan keuntungan bagi yang mampu membayar, dan menghambat pembangunan yang merata. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan sering kali hilang akibat pungli, menghambat kemajuan di berbagai sektor. Jika tidak ditindak tegas, pungli akan memperkuat budaya ketidakadilan dan merusak nilai-nilai keadilan, yang pada akhirnya membahayakan stabilitas sosial.


Solusi Strategis Mengatasi Pungutan Liar: Pemberdayaan Masyarakat

Solusi untuk memberantas pungutan liar dengan intervensi Pemberdayaan Masyarakat bertumpu pada peningkatan kapasitas dan kesadaran kolektif warga untuk mengidentifikasi, mencegah, dan melawan praktik tersebut. Dalam pendekatan ini, masyarakat tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga aktor utama yang aktif dalam menciptakan lingkungan yang bebas pungli.

Foto Cegah Pungli, Sumber: Pemkot Bandung
Foto Cegah Pungli, Sumber: Pemkot Bandung

Langkah pertama adalah kita harus membangun kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka atas pelayanan publik yang adil dan transparan. Edukasi menjadi kunci, dan hal ini dapat dilakukan melalui diskusi kelompok, pelatihan, atau kegiatan bersama yang memanfaatkan forum-forum lokal seperti arisan, pengajian, atau pertemuan warga. Dalam kegiatan ini, kita memberi masyarakat pengetahuan tentang pungli, dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi, serta mekanisme pelaporan yang tersedia.

Setelah kesadaran terbentuk, kita mengajak masyarakat untuk bersama-sama menciptakan sistem pengawasan berbasis komunitas. Salah satu caranya adalah dengan membentuk kelompok kerja atau tim kecil yang bertugas memantau pelayanan publik di lingkungannya. Tim ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga sebagai perwakilan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi atau keluhan terkait pungli kepada pihak berwenang. Misalnya, jika ada indikasi pungli dalam pembuatan dokumen administrasi, tim ini dapat membantu mengadvokasi solusi kepada pihak terkait.

Selain itu, kita juga perlu melibatkan pengembangan keterampilan praktis yang mendukung kemandirian warga. Sebagai contoh, kita dapat mengajarkan masyarakat untuk menggunakan teknologi digital seperti aplikasi pengaduan pemerintah atau platform e-government. Dengan begitu, interaksi langsung yang sering menjadi celah untuk pungli dapat diminimalkan. Masyarakat juga dilatih untuk mendokumentasikan setiap transaksi atau interaksi yang mencurigakan, sehingga laporan mereka kepada pihak berwenang memiliki dasar yang kuat. Adapun tindakan yang harus di pertegas yaitu pemerintah harus menerapkan  hukuman pidana yang berat, seperti penjara, denda besar, atau pemecatan bagi siapapun  yang terbukti melakukan pungli agar pelaku merasakan efek jera. 

Pungutan liar di Indonesia, termasuk di Karawang, merupakan masalah serius yang mencerminkan lemahnya sistem pengawasan dan perluasan budaya birokrasi yang lebih transparan. Dampaknya merugikan masyarakat, mulai dari beban biaya yang tidak seharusnya hingga penurunan kepercayaan publik terhadap institusi. Untuk memberantas pungli, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi, membentuk tim pengawas berbasis komunitas, memanfaatkan teknologi untuk pelaporan, dan mendorong transparansi pemerintah. Selain itu, penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku pungli. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan praktik pungli dapat diminimalkan, dan pelayanan publik menjadi lebih baik dan adil.


Ditulis oleh Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi S1 Keperawatan, Horizon University Indonesia: Resi Lestari, Sinta Rahayu, dan Ayu Jahrotul Uyun.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun