“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis” Kata-kata bijak tersebut justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada saat ini. Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang menempati urutan tertinggi di dunia, Indonesia masih dikatakan kurang dalam hal penerbitan buku. Padahal jumlah penduduknya mencapai lebih dari 200 juta, namun buku yang diterbitkan pertahun hanya berkisar 24 ribu buku. Jika dibandingkan dengan negara yang jumlah penduduknya tidak terpaut jauh, Amerika Serikat mampu menerbitkan sekitar 288 ribu judul buku baru per tahun. Mungkin ada yang bertanya mengapa dibandingkan dengan negara maju sekelas Amerika Serikat. Bagaimana jika dibandingkan dengan negara berkembang lain? Malaysia mampu menerbitkan 15 ribu buku pertahunnya dengan jumlah penduduk 10 kali lebih sedikit dengan Indonesia. Vietnam pun mencapai lebih dari 24 ribu buku per tahun dengan penduduk hanya 89 juta.
Jumlah terbit buku suatu negara dapat menjadi indikator bagaimana kualitas suatu negara. Terbukti yang berhasil memajukan negaranya adalah yang mampu menorehkan banyak tulisan, lihat saja bangsa Yunani dan Romawi yang banyak meninggalkan tulisannya di masa lalu berupa ilmu pengetahuan atau sebatas kata-kata bijak. Kesulitan terbesar bangsa Indonesia adalah malas untuk menulis, entah itu menuliskan idenya atau menuliskan kegundahan hatinya. Yah, mungkin menulis, tapi hanya tebatas pada 140 karakter. Walaupun kesempatan untuk menulis ada di banyak tempat, alangkah baiknya jika konten yang ditulis memiliki sesuatu yang menginspirasi.
Indonesia mulai membuka kesempatan bagi mahasiswa dalam mengembangkan minat menulis dengan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), di Undip sendiri presentasenya terus meningkat dari tahun ke tahun, ditambah lagi dengan keberadaaan PKM sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan beasiswa, mahasiswa mulai berlomba-lomba untuk menulis. Untuk tahun 2012 ini, jumlah PKM Undip yang didanai dikti sebanyak 241, terpaut jauh dengan tetangga kita, Unnes. Unnes berhasil mencapai 654 PKM dan menjadi universitas yang mendapatkan pendanaan Dikti terbanyak tahun ini. Dengan ini, diharapkan mahasiswa dapat terpacu untuk mulai menulis dan meningkatkan tulisannya. Jadikan menulis sebagai budaya, karena dengan menulis gagasan dapat tersalurkan dan dapat menjadi cerminan bagaimana suatu bangsa betindak. Seseorang akan terus hidup karena ia menorehkan sesuatu, tulisannya. (sinta/momentum).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H