Mohon tunggu...
Sinta Dewi R
Sinta Dewi R Mohon Tunggu... -

Pengajar & pemerhati dunia pendidikan. Mantan aktivis Edukasi Untuk Bangsa & pendiri fanpage Gerakan Orang Tua Peduli Kurikulum Sekolah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum 2013, Obat Manjur Bikin Anak Frustasi

24 September 2014   05:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:44 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14114856592059626343



Betapa kagetnya saya melihat anak saya yang duduk di kelas 7 (setara 1 SMP) mencari sendiri Tabel Periodik Unsur di internet untuk pelajaran kimia. Saya sendiri dulu mulai belajar kimia saat saya sudah di bangku SMA. Saya juga tidak mengerti mengapa anak saya sering frustasi mengerjakan PR dari materi2 yang belum diajarkan di sekolah, contohnya seperti mencari rumus dari Baris Segitiga Pascal, padahal belum dijelaskan caranya dengan mendetail oleh gurunya. Setelah mempelajari buku-buku teks sekolah yang diterima gratis dari pemerintah, akhirnya saya mengerti bahwa ternyata metode pengajaran yang strukturnya berbeda dari yang dulu-dulu itu memang mengacu pada metode pengajaran kurikulum 2013.

Seperti apa sih sebenarnya kurikulum 2013 itu? Untuk itu ada baiknya kita mengenali dulu dua metode pengajaran yang telah dikenal di dunia pendidikan, yaitu metode deduktif dan induktif. Metode deduktif adalah metode dimana guru menjelaskan teori dan contoh kemudian murid melakukan latihan dan praktek. Sedangkan dalam metode induktif, guru tidak menjelaskan langsung tetapi hanya mengekspos murid pada contoh dan praktek sehari-hari, kemudian merangsang mereka untuk berlatih dan menarik kesimpulan dari kejadian-kejadian tersebut. Metode deduktif dikenal sebagai metode tradisional dan bersifat teacher-centered (berpusat pada guru)sebaliknya metode induktif dianggap lebih kontemporer, lebih bebas dan lebih student-centered (berpusat pada murid).

Trend metode mengajar di dunia yang dulunya lebih bersifat deduktif, kini lebih cenderung ke arah induktif. Ini karena metode induktif dianggap lebih merangsang pemikiran kreatif anak. Namun demikian, metode ini pun tidak lepas dari kekurangan. Karena dalam metode ini ilmu tidak diberikan secara langsung oleh guru, maka proses pengajaran dengan metode induktif ini tidak bisa cepat dimengerti oleh anak. Anak harus melalui proses menebak-nebak sendiri dan menganalisa contoh-contoh yang diberikan sebelum akhirnya berhasil mengerti.

Usaha pemerintah dalam menerapkan metode induktif dalam kurikulum 2013 ini sebenarnya cukup baik, namun sayangnya hal ini kurang diimbangi dengan pengertian akan kekurangannya, yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan hingga anak mampu menarik kesimpulan dari pelajaran yang diterima. Tanpa bimbingan dan contoh yang cukup banyak diberikan oleh guru, tidak jarang hal ini bukannya merangsang pemikiran kreatif murid, namun malah memicu rasa frustasi para murid. Pada kenyataannya banyak murid yang akhirnya tidak sanggup menarik kesimpulan dan tidak mengerti pelajaran tanpa dijelaskan lebih lanjut, sehingga akhirnya terpaksa bertanya pada orang tua, mencari di internet atau belajar di tempat kursus.

Beruntunglah para murid yang memiliki orang tua yang mampu membantu mereka mengerti pelajaran di sekolah, memiliki akses pada teknologi yang cukup ataupun memiliki dana lebih untuk kursus sehingga bisa mendapatkan solusi belajar. Namun bagaimana dengan para murid yang tinggal di daerah yang masih tertinggal di mana pendidikan orang tuanya tidak terlalu tinggi dan teknologi belum cukup dikuasai dan belum dapat diperoleh dengan mudah? Bagaimana cara mereka mencari sendiri sumber-sumber pengetahuan tanpa dituntun dengan lebih intensif oleh para guru?

Kenyataannya, rangsangan berupa contoh dan pemaparan yang dilakukan oleh guru pada murid tidak cukup memadai sehingga murid gagal mengambil kesimpulan. Namun guru juga tidak bisa disalahkan. Seandainya saja beban materi yang diberikan tidak terlalu berat dan tidak terlalu banyak, mungkin guru masih bisa menggali, memberikan contoh-contoh yang cukup dan merangsang kreatifitas murid agar bisa lebih cepat belajar dan mengambil kesimpulan. Namun kenyataannya beban materi yang diberikan cukup berat dan tidak lebih ringan daripada materi kurikulum KTSP 2006. Bahkan bisa dikatakan kurikulum 2013 ini malah lebih berat karena materi tersebut diberikan dengan metode induktif. Sungguh sangat disesalkan, kurikulum lama yang sudah sering dikeluhkan karena terlalu berat malah digantikan dengan kurikulum baru yang lebih berat lagi!

Semoga saja para pengambil kebijakan kurikulum mau terjun langsung dan mengamati proses belajar mengajar sekolah di seluruh pelosok negeri dan merevisi kurikulum yang berlaku. Kalau tidak ingin mengurangi beban materi maka kembalikanlah saja kurikulum pada metode pengajaran deduktif yang lebih terstruktur dan dapat lebih cepat dimengerti. Namun kalau memang ingin mempertahankan metode induktif ini, janganlah murid dan guru dibebankan dengan materi yang terlalu banyak dan sulit, karena hal ini memakan waktu sangat lama dan tidak akan berhasil dengan baik. Lebih baik lagi kalau materi difokuskan saja pada materi-materi praktis sehari-hari yang dibutuhkan murid untuk bertahan hidup di dunia nyata, sedangkan materi-materi yang lebih detail dan teoritis lebih baik dipelajari saja oleh para mahasiswa yang sudah mengambil penjurusan dengan tujuan profesionalisme sesuai dengan pendidikannya masing-masing. Yang demikian akan lebih berguna bagi kehidupan dan masa depan anak daripada menghabiskan waktu mempelajari hal-hal yang tidak praktis bahkan cenderung membuat frustasi.





Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun