Di TPS wilayahku klaten, sebelum demokrat menjadi partai pemerintah tahun 2004 ya kalau tidak salah  di dominasi oleh golkar dan pdip. pemilu 2009 didominasi oleh ketiga partai tersebut diatas.
Tahun 2014 ini pileg sekarang  jauh dari hiruk pikuk kampanye, nyaris tidak ada pengerahan  massa padahal tahun kemarin lokasi rumahku termasuk jalur utama arak arakan mungkin bisa sampai ribuan... sekarang cuma 2 hari saja selama musim kampaye dan itu tidak lebih dari 10 ekor. apakah sistem pengerahan masa sudah tidak efektif lagi untuk mendulang suara? dan ada sistem lain yang lebih tepat sasaran? mungkin begitu jawabnya.
Bukan rahasia umum, caleg sekarang lebih mengutamakan kampaye dialogis melalui kadernya yang lebih tepat sasaran untuk mendulang suaranya, fenomena NPWP inilah istilah beken sekarang. yang masuk melalui perkumpulan  tingkat RT, dan satu RT saja bisa beda beda antara arisan pkk dan bapak bapak, arisan pkk diboking kuning dan arisan bapak bapak diboking si putih, beda RT beda yang boking. loncat RT beda lagi caleg yang booking.
Fenomena NPWP ini apakah akan mempengaruhi pemilih menjadi bottom up, karena mendapat bingkisan kader dari si putih sehingga mencoblos caleg tersebut untuk suara dprd II, sampai dpr RI, atau berhenti berhenti si caleg tersebut?
Jika fenomena NPWP berhenti sapampai caleg tersebut maka suara partai antara DPRD II sampai DPR RI akan berbeda jumlah suaranya? memang si moncong putih sedikit kasus NPWP di wilayah saya? apakah percaya diri dengan jokowi effect?
Kita liat saja penghitungan suara nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H