Mohon tunggu...
Nurus Sa'adah
Nurus Sa'adah Mohon Tunggu... -

hanya seonggok daging bernyawa yang senantiasa mencoba untuk menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ramadhan di Tanah Rantau

3 Januari 2011   03:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:01 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAMADHAN DI TANAH RANTAU

Oleh: Nurus Sa’adah

Siapa bilang ramadhan jauh dari keluarga itu nggak enak? Ini adalah tahun ketiga aku berpuasa di tanah Sunda dan aku menikmatinya, sangat malah. Dalam keseharianku sebagai seorang mahasiswa, aku menyeimbangkan asupan untuk jiwaku dengan tinggal di sebuah pesantren mahasiswa tak jauh dari kampusku. Tak terlalu mewah memang, bahkan sangat sederhana. Uang bulanan (syahriah) pun tak termasuk mahal untuk ukuran anak seorang petani sepertiku.

Seperti namanya, ‘pesantren mahasiswa’ maka nyata seluruh santrinya adalah mahasiswa. Pisah dari keluarga bukanlah suatu kepahitan, selain menjadi mampu menempa jiwa mandiri, di pesantren ini aku seperti berada dalam keluargaku sendiri. Keluarga yang sangaatt besar, punya dua ayah (dua ustadz pengasuh) dan dua ibu serta Puluhan saudara saudara.

Meskipun namanya pesantren mahasiswa, setiap hari jum’at, sabtu dan minggu ada kuliah subuh (dari jam 06:00 s/d 07.00) yang jama’ahnya selain santri yang muqim, juga ada ibu-ibu serta bapak-bapak yang kebanyakan tinggal berdekatan dengan pesantren. Tapi ketika bulan ramadhan, kuliah subuh di adakan setiap hari dengan pembicara yang berbeda setiap harinya. Pembicara/Muballigh di jadwal dari pimpinan pusat (pesantren kami adalah cabang :)). Jama’ahnyapun bertambah banyak dari pada kuliah subuh hari biasa.

Biasanya menjelang ramadhan, kami selalu punya cara menyambut tamu agung, bulan suci yang penuh keutamaan. Dari kerja bakti membersihkan majlis dan pesantren hingga pengaturan jadwal: imam dan bilal sholat tarawih, kultum, tadarus bersama, tadabbur,dan petugas kuliah subuh (mc dan pembaca tilawah). Tak terkecuali ramadhan kali ini, usai kuliah subuh kami sarapan berjama’ah untuk meyiapkan bahan bakar tenaga kami. Setelah itu kami akan berkumpul dengan senjata masing-masing, ada yang membawa sapu, kemoceng, lap pel, lap kaca, ember, bahkan spanduk (yang ini untuk ditempel, bukan untuk bersih-bersih :)). Jika kamu pernah nonton power ranger yang datang untuk menyelamatkan kota dan menghancurkan musuh dengan membawa senjata andalah masing-masing, maka seperti itulah kami :).

Yang paling menyenangkan dalam sesi penyelamatan lingkungan pesantren dari segala musuh kebersihan dan keindahan adalahhhh…. yap, tentu saja makan bersama, “cucurak” dalam bahasa sundanya. Beralaskan daun pisang dan menggunakan tangan untuk menyuapkan makanan ke dalam mulut hingga sampai ke perut yang lapar, tentu saja terasa sangat nikmat. Ditambah lagi kebersamaan yang menjadikan makanan yang sederhana semacam urap dan ikan goreng (yang ini diambil rame-rame dari empang di samping pesantren) menjadi layaknya menu utama di restoran hotel berbintang lima (lebay ga sih?).

Setelah hilal dinyatakan terhilat, maka dimulailah bulan suci ramadhan. Usai sholat tarawih ada kuliah tujuh menit, sholat witir, tadarus lalu tadabbur. Semua santri mendapat giliran, hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai sarana berlatih demi mengamalkan sabda Rasul “Sampaikanlah dariku walau satu ayat”.

Kira-kira jam sembilan setelah sebelumnya kepala berayun-ayun atau mata terbuka-tutup karena menahan kantuk, sedikit makanan ringan datang. Semua mata kembali terjaga, kepalapun menegak kembali, tangan usil segera berebut, menyomot lebih banyak dari yang lainnya tapi biasanya itu tak berlangsung lama, karena semuanya sudah dijatah, tak akan ada yang bisa mengambil lebih :). Tak usah heran, karena beginilah cara kami berbagi keceriaan dalam kebersamaan. Tak akan dibagi jika tak ada teman, bukan begitu?

Sekitar jam tiga, kamar mandi dan pancuran tempat wudhu sudah ramai oleh para santri, lalu rukuk-sujud beberapa puluh santri menyatu dengan pekat malam. Samar-samar wirid dan tadarus bersaing dengan sunyi dan berakhir ketika terdengar seruan santri yang bertugas piket menyiapkan menu sahur. Kadang-kadang moment makan menjelang fajar ini mengingatkanku pada emak dan keluarga di kampung, biasanya aku bertugas menyiapkan minuman hangat. Tapi di jaman seperti ini tentu saja itu bukan halangan, walaupun desa terpencil tapi teknologi telpon genggampun sudah tak asing lagi. Sering kali ketika sahur aku sengaja telpon ke rumah, menanyakan kabar keluarga dan sanak saudara, bergantian berbicara dengan seluruh anggota keluarga hingga waktu imsak. Dan inilah caraku menjaga keceriaan, karena ia sangat berharga maka aku akan senantiasa menjaganya.

Saat-saat paling seru di bulan Ramadhan dengan mahasiswa rantau adalah ketika mudik menjelang lebaran. Tradisi unik masyarakat muslim Indonesia(yang bukan muslim pun tak jarang pula ikut meramaikan). Seperti tahun-tahun sebelumnya, mudik kali ini aku dan teman-teman dari daerah asal yang sama mudik bersama. Kalau tahun lalu kami mengadakan armada sendiri, maka tahun ini adalah tahun keberuntungan kami karena pemerintah kabupaten menyediakan armada bagi masyarakat Kendal di jabodetabek untuk mudik bersama. Meski kami harus berjejalan dalam kereta dengan kondisi puasa untuk menuju jakarta (tempat pemberangkatan mudik bareng), dengan melaluinya bersama teman bukanlah hal yang berat.

Berkumpul dengan keluarga dalam kondisi sehat dan bahagia di hari nan fitri adalah karunia besar yang patut disyukuri. Meski teman berbagi keceriaan selama ramadhan di pesantren tak ada di depan mata, kami masih bisa berbagi keceriaan. Telkomsel membantuku dan teman-temanku menjaga keceriaan ramadhan di hari fitri yang bahagia ini, sama ketika ia membantu menghubungkanku dengan keluargaku dalam tiap sahurku. Inilah Ramadhan Telkomsel-ku.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun