Mohon tunggu...
Sinna HeĀ®manto
Sinna HeĀ®manto Mohon Tunggu... -

the challenge-Ā®

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cung Chau Cit

9 September 2014   12:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:14 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cung Chau Cit

[caption id="" align="alignnone" width="700" caption="Ilustrasi doc.pri"][/caption] Cung Chau Cit(1) - yang jatuh pada tanggal 9 September - ini terasa biasa-biasa saja. Selain makan bersama di rumah paman besar, para anggota keluarga dewasa berjudi beneran sambil main mahyong. Sedangkan para remaja taruhan kecil-kecilan sambil main gaple. (Trus, kamu ikut yang mana?) Aku? Ntar ya, baca sampai bontot. Yang hilang dari Cung Chau Cit sejak nenek meninggal adalah ritual sembahyang ketika hari H tiba. Biasanya aku membantu nenek belanja untuk menyiapkan umbi-umbian, buah, yuet beng(2), babi panggang maupun ayam tim. Untunglah perayaan-perayaan seperti ini cukup diisi dengan makan bersama di rumah, bukan di resto. Bila tidak, entah aku akan makan apa. Berita panas yang sedang gencar wira-wiri di TV sore tadi adalah kasus minyak babi impor dari negeri Tawon, negerinya serial X Dormitory. Konon, minyak babi yang dipakai untuk memasak atau membuat kue dan roti itu adalah minyak jelantah, yang kehigienisannya diragukan. Bagi yang menghalalkan sih ga gitu masalah dengan label 'babi'. Tapi ini menyangkut kebersihan loh, masuk perut loh? Yang menghalalkan babi pun pasti mikir dua kali. Ah, sebelum kasus ini merebak, aku sendiri bingung apa yang akan aku makan di negeri Kingkong ini. Dilema pendatang yang mencari makanan halal! Ya ... mau tak mau aku harus masak sendiri. Jadinya aku tau apa saja yang dicemplungin di dalam masakan! Khusus malam ini, aku tidak perlu masak. Mereka pesan makanan di resto Go-go-Eropa. Makan pizza dan spageti gitu. Tapi aku malah goreng nasi sisa makan malam kemarin pakai telur dan kubis doang. Eh, makan salad buah juga sih, tapi made in sendiri. Nah, seusai makan, aku menggiring para krucil menikmati cahaya purnama sempurna di sepanjang bibir perairan. Mereka membawa lampion. Kami berjalan 15 menit menuju TKP, Tempat Kejadian Pariwisata. Masya Allah, purnama pat yuet sap ng(3) benar-benar indah. Bulat sempurna seperti fantat ferawan. Sebenarnya aku kangen digombalin sama kamu (#eaaa). Bisanya kamu akan bilang, wajahmu cantik serupa rembulan. Lalu aku jadi punya alasan buat gampar kamu karena terlalu jujur dengan cekung cembung bekas jerawat serupa kawah di permukaan bulan. Aku tatap langit. Bagian gelap pada purnama malam ini serupa bayang kelinci raksasa. Hey ... si kelinci meloncat ... meloncat ... meloncat. Aku menoleh sekeliling. Orang-orang tak peduli dengan kejadian ini. Tubuh kelinci serupa cahaya terang di antara gelap malam. Semakin ia mendekat, penampakannya semakin kecil seukuran karung padi 1 kwintal. Ribuan orang yang tumpah ruah di sana tetap tidak merasa janggal dengan kehadiran kelinci ini. Baik tua - muda, lelaki - perempuan, sendirian - berpasangan atau keroyokan, semua sibuk dengan urusan masing-masing. Polah mereka beraneka rupa. Ada yang menggelar tikar - serupa piknik, makan-makan, bercengkrama, melamun, ada yang bernyanyi dengan grup akapelanya, menyalakan lampion (khusus lampion yang memakai bahan bakar lilin ini sebenarnya dilarang di negeri Kingkong), bahkan ada yang berpelukan dan berciuman sambil mojok di bangku taman (aduh, aku jadi ingat kamu!) Oh ya, sebelum masuk area pantai, ada taman kecil yang menghubungkan pantai dan jalan raya. Kalo tidak mau ke pantai, cukup bermain di taman ini. Di tengah asyiknya memandang kelinci yang melompat mendekat sambil tetap melamun (iya, ngelamunin kamu), HPku berdering. Suara di seberang sana berteriak-teriak memintaku segera menggiring para krucil untuk pulang. Padahal kami baru saja sampai. Krucil yang paling krucil rewel dan enggan diajak pulang. "Fai D lah, cau lai sang lah(4)," gertak Bibi Kedua yang menjadi pemimpin rombongan ini. ****** 1. Perayaan Musim Semi. 2. Kue bulan/moon cake. 3. Bulan 8 tanggal 15; bokong (slang). 4. Cepetan, mau beranak nih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun