Sungguh miris hati ini menyaksikan arogansi para pemimpin bangsa saat rapat konsultasi masalah perhimpunan penghuni rumah susun (PPRS) ke-2 di ruang Pansus DPR RI pada tanggal 25 Feb 2014. Mereka membela habis segelintir pemilik toko dan apartemen yang membentuk PPRS tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Pak Marjuki sebagai pimpinan sidang sungguh berlaku tidak adil. Beliau membiarkan pengurus PPRS ilegal tsb mendominasi rapat dengan belasan kali kesempatan berbicara dengan materi yg diulang-ulang yang memakan waktu hampir 90% dari waktu rapat yang berlangsung lebih dari 4 jam. Sementara penghuni dan pihak PPRS yang sah dibentuk berdasarkan UU Rusun dan PP tentang  Perhimpunan Penghuni Rusun yang berseberangan pendapat hanya diberi kesempatan satu kali dan hanya diberi waktu sekitar dua menit saat memberikan klarifikasi.
Sementara pengacara Palmer Situmorang dibiarkan memotong pembicaraan seorang pejabat Ditjen Pajak yang berseberangan pendapat dengannya soal pungutan PPN air dan listrik. Dengan nada tinggi dan arogan, Palmer menggunakan kata-kata tidak sopan sambil menuding-nudingkan telunjuknya ke arah pejabat tsb.
Makin miris hati saya saat salah seorang yang mengaku pimpinan perhimpunan penghuni bernama Haida Sutami yang satu kubu dg Palmer Situmorang dibiarkan menyebutkan bahwa salah satu suku dari Indonesia bagian Timur sebagai preman-preman.
Lebih terpukul lagi menyaksikan tokoh sekaliber Effendi Ghazali bisa tertipu oleh seorang Kho Seng Seng yang  mencitrakan diri sebagai orang kecil yang ditipu oleh pengembang. Padahal yang bersangkutan mengaku tidak membeli kios langsung dari pengembang tersebut. Anehnya walau bukan pembeli langsung ybs melaporkan pengembang itu ke Polda Metro Jaya pada awal November 2006 dengan menggunakan pasal penipuan.
Drama ini makin aneh dg membiarkan Aguswandi Tanjung dari Roxy mas melaporkan dirinya disel gara-gara nge-charge ponsel di ruang publik. Padahal yang bersangkutan pelaku kriminal yang tertangkap basah oleh aparat dan telah diganjar hukuman karena terbukti mencuri listrik dari fasilitas umum ke tempat huniannya dengan menarik kabel secara ilegal untuk mengoperasikan berbagai peralatan elektronik di dalam rumahnya.
Mohon Pak Marjuki dan Pak Palmer sebagai pemimpin yang mengerti hukum dapat lebih bijak memimpin rakyatnya dengan lebih santun dan jangan melakukan pembiaran atas warga yang melakukan pelanggaran hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H