Sustainable Mining Newmont Bootcamp 4
Kegilaan Macam Apa Ini
::::: 5 Alasan Kenapa Harus Ikut Sustainable Mining Bootcamp :::::
|| 25 Januari 2015 ||
Perhatian... Perhatian...
Kepada para penumpang Garuda Indonesia, GA0433
Pesawat mengalami delay selama 1 jam karena permasalahan teknis
Dinginnya udara akibat hujan deras dari luar bandara tidak mampu menembus kerumunan di ruang tunggu Bandara Internasional Lombok yang sudah hangat dengan ratusan penumpang si burung besi. Di sudut belakang, aku bersama teman-teman #NewmontBootcamp agak sedikit kesal dengan penundaan waktu tersebut, kesal, mengapa tidak disudahi segera saja perpisahan ini untuk menutup ruang rindu yang sewaktu-waktu dapat terbuka..
Jam tangan Swiss Army di pergelangan tangan kiriku terbaru menunjukkan Pk 14.30
Aku menjauh, terpisah dari teman-teman
Duduk di jejeran kursi besi yang menghadap ke landasan pacu pesawat, untuk merenungi kegilaan yang telah aku dapatkan selama 1 minggu sebelumnya, yang dulu aku perjuangkan selama 1 bulan, dan yang aku sabar untuk menunggunya selama 1 tahun belakangan. Kepingan memori masa lalu menyeruak seketika.
|| 30 Desember 2013 ||
Disaat teman-teman sedang mempersiapkan pesta tahun baru, aku malah terpaku pada meja belajar, di ruang khusus berukuran 5*8 meter dihadapkan pada sebuah layar laptop Toshiba berukuran 14 inch dengan puluhan jurnal yang harus aku review dari tema marketing, politic, social, public relation, hingga psychology. Maklum... Deadline pengumpulan penelitian akhir adalah hari Jum’at, 3 Januari 2014. Bosan.
Jam dinding di sudut kiri atas dari arah meja belajar, berwarna merah dengan lambang khusus kampus rakyat, Universitas Indonesia, menggoda manja diriku untuk melepas penat dengan social media. Toh, sudah Pk 23.30, ini sudah diluar batas wajar waktu lembur buruh kontrak.
Masuk ke www.twitter.com, sign in, scrolling timeline, melihat kesibukan teman-teman, dan keanehan pun terjadi. Aku yang terbiasa memperhitungkan hal-hal detail melihat salah seorang adik kelas FEUI dari jurusan Ilmu Ekonomi angkatan 2010 memposting tweet tulisan yang menurut saya aneh, “Welcome CSR Pasif & Goodbye CSR Aktif”, @NewmontID.
Masuk ke halaman blog miliknya dan mencoba menganalisis tulisan dia mengenai CSR PT Newmont Nusa Tenggara. Sekali lagi terlontar dalam hati, aneh. Bukannya kenapa-kenapa. Seorang anak jurusan Ilmu Ekonomi mengupas dan menilai kegiatan CSR suatu perusahaan ini agak sedikit nekat, yang membuatku curiga, kenapa fokus mengenai PT Newmont Nusa Tenggara.
“Sialan!” umpat saya dalam hati
Ternyata dia sedang mengikuti kompetisi yang “Gila!” menurut saya. Ini tipikal anak FEUI sejati, ketika berkeinginan masuk dalam dunia perlombaan maka seminimalisir mungkin informasi tersebut ditutup untuk mengurangi persaingan. Sayang seribu sayang, ternyata masa akhir kompetisi PT Newmont Nusa Tenggara untuk mengikuti Sustainable Mining Bootcamp sudah berakhir pada tanggal 12 Desember 2013. Rasanya aku ingin mengumpat (mention) pada akun twitter HMIKS UI karena publikasi yang minim.
Tidak menangisi keadaan,
Aku mencoba menelisik keberadaan informasi Sustainable Mining Bootcamp pada twitter dan website PT Newmont Nusa Tenggara. Jam menunjukkan Pk 00.45. Aku sudah tidak peduli pada pergantian hari karena godaan manja jam dinding kali ini tidak mempermainkanku. “Thanks God!”. Ternyata penyelenggaraan kompetisi ini masih dilanjutkan hingga 2 Januari 2014 dengan penyelenggara Kompasiana. Aku hanya memiliki waktu persiapan 2 hari untuk membuat karya tulis dengan berkompetisi bersama ratusan ribu kompasianer. “Sialan!” umpat saya sekali lagi dalam hati. Bukannya kenapa-kenapa... Tema yang ditentukan oleh Kompasiana sangat luas sekali “Mengenal Tambang Lebih Dekat”. Latar belakang kompasianer yang beragam menuntutku untuk fokus pada tulisan yang aku anggap paham. Mengambil ceruk niche market yang sedikit kompetitornya.
Aku tidak ingin melepas kesempatan menjadi peserta Sustainable Mining Bootcamp,
Malam itu juga, selama hampir 3 jam hingga menjelang waktu Shubuh aku membuat sebuah mindmap mengenai konsep baru dunia CSR yang bernama Creating Shared Value dengan penerapan pada perusahaan fast moving consumer goods. Konsep tersebut dikenalkan oleh temanku, Ricky Setiawan, di kelas mata kuliah CSR bersumber pada Harvard Business Review. Aku mencoba mengaitkan dengan CSR dunia pertambangan. Riskan memang karena terdapat perbedaan antara FMCG dengan Mining Corporation pada aspek economical process, distribution channel, dan value chain impacts namun aku yakin pasti terdapat irisan yang memiliki keterkaitan program untuk dapat dikembangkan.
|| 2 Januari 2014 ||
Jam tangan menunjukkan Pk 16.25, hari terakhir submit karya tulis.
Aku agak berkeringat karena tergopoh-gopoh dari Masjid UI menuju Lt.3 perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara, Perpustakaan Universitas Indonesia. Tanganku terus membetot keyboard laptop Toshiba berwarna putih yang sudah agak lusuh dengan speaker yang tidak berfungsi. Di meja panjang Lt.3, aku terus merangkai kata demi kata pendukung, menyusun kalimat demi kalimat argumen yang berasal dari mindmap yang kupersiapkan.
Aku ingat betul,
Saat itu, entah mengapa, disaat kedua bola mata terus memburu tulisan dengan imajinasi otak yang terus bergentayangan mengelilingi kepalaku. Hati ini terus menerus mengatakan “sebenarnya apa yang sedang terjadi”, “strategi jenis apa ini”, “apa maunya Newmont”, “nekat banget sih Newmont”, “mengapa PT Newmont Nusa Tenggara menyelenggarakan program Newmont Bootcamp”, “kegilaan macam apa ini”.
Aku merasa ada yang salah,
Apakah PT Newmont Nusa Tenggara ini melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh tanpa memberikan halangan kepada peserta program? “Ini gila!”, teriakku dalam batin. Disaat perusahaan tambang lain berupaya mempercantik diri dengan memasang iklan kegiatannya, namun Newmont Nusa Tenggara mengajak masyarakat menyaksikan langsung seluruh proses tambang, sosial, hingga reklamasi. “Transparansi macam apa ini?!”, gugatku dalam benak.
Disaat pikiran tersebut hampir terakumulasi menjadi paradigma negatif, tiba-tiba aku teringat ucapan yang dilontarkan KH. Ahmad Dahlan, di film Sang Pencerah, ketika beliau digugat santrinya karena mengajar anak wong londo di sekolah Belanda.
“Kalau kamu mau belajar, kamu harus berprasangka baik”
Seketika aku merekonstruksi alasan mengapa harus ikut Sustainable Mining Bootcamp ini. Tidak tanggung - tanggung, ada 5 hal yang kutanamkan dalam diri, dari berbagai hal yang bersifat idealis hingga oportunis.
(1). [Aspek Idealis] Top of Mind
Bayangkan. Seorang anak SMP secara terus menerus, selama 2-3 tahun, terpapar pemberitaan di media elektronik hingga media cetak nasional mengenai kasus PT Newmont Minahasa maka -hingga awal masuk kuliah- yang ada di dalam DNA idealisme dirinya mengenai perusahaan tambang adalah “teluk buyat”, “pencemaran”, “kutukan sumber daya alam”. Sial! Aku ingin lebih adil dalam berpikir. Apakah memang benar itu semua. “seeing is believing”, begitu kata Prof. Rhenald Kasali di salah satu bab buku Re-Code. Aku ingin melihat langsung dan menyampaikan secara jujur dan apa-adanya kepada teman-teman.
(2). [Aspek Idealis] Pola Pikir Skeptis
Aku ingin terus bertanya, bertanya, dan bertanya kepada pihak yang ahli dan bertanggung jawab di lapangan operasional jika aku terpilih kelak. Di salah satu konten poster disebutkan bahwa peserta akan melihat proses pertambangan, reklamasi lingkungan, hingga tinggal bersama masyarakat setempat. Kegilaan macam apa ini! Seluruh aktivitas PT Newmont Nusa Tenggara akan disajikan kepada peserta Newmont Bootcamp dari mining, social, hingga nature experience.
Aku tahu betapa berisikonya hal ini untuk perusahaan.
Pengalaman tinggal selama 1 bulan pada awal tahun 2012 di pedalaman Garut untuk program Gerakan UI Mengajar membuatku paham bagaimana derasnya aliran informasi masyarakat (lingkar tambang) ketika keran interaksi dengan para pendatang menjadi terbuka.
(3). [Aspek Idealis] Kompetensi Diri
“Aku ingin terus mencari tahu"
Aku seringkali mendengar Gunung Grasberg ditambang di Papua namun aku tidak tahu bagaimana caranya hasil penambangan tersebut menjadi barang setengah jadi.
Terkadang aku membayangkan
Apa unsur utama laptop yang sedang aku gunakan.
Mouse bermerek Logitech? Handphone? Televisi? Cincin emas milik ibuku?
Bagaimana unsur tersebut terbentuk? Berasal darimana?
(4). [Aspek Oportunis] Jaringan Pertemanan
Aku membayangkan,
Mungkin akan ada sekitar 15 peserta Sustainable Mining Bootcamp yang berbeda usia, suku, agama, budaya, latar belakang, pengetahuan, keahlian, dan hal lain. Bagaimana berwarnanya mereka tentu akan menentukan bagaimana program tersebut berjalan. Seberapa serunya, seberapa kritisnya, seberapa ahlinya, dan hal lain. Aku merupakan anak baru dalam dunia Kompasiana maka merupakan keasyikan sendiri jika saling sharing dan menukar pengetahuan dengan kompasianer maupun peserta lainnya.
(5). [Aspek Oportunis] Jalan-Jalan! :)
Sejujurnya,
Jika aku lolos ke dalam program Sustainable Mining Bootcamp, maka aku baru pertama kali keluar dari Pulau Jawa. Menyedihkan kah?
Dibenakku, tidak mungkin dunia tambang dekat dengan mal, aku ingin rehat dari aktivitas perkotaan. Menghirup pengetahuan dengan cara yang mengasyikkan.
Disaat beberapa pihak masih bergunjing,
Aku akan berusaha mencari kebenaran yang paling benar dan bisa dipertanggungjawabkan, tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk kepentingan orang banyak.
Klik link berikut untuk :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H