Mohon tunggu...
Inovasi

Kasus Cyber Bullying terhadap Remaja Cantik "Sonya Depari"

17 Mei 2016   20:53 Diperbarui: 4 April 2017   18:01 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan dunia dalam bindang teknologi informasi (IT) sekarang ini berkembang dengan pesatnya, apalagi dalam dunia internet atau dapat disebut juga dengan istilah dunia maya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya kalangan pengguna internet, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, pekerja, dan lain sebagainya. Internet merupakan media teknologi yang sangat mudah dan cepat diakses oleh semua orang untuk mecari segala informasi. Kadang kali manusia bebas melakukan apa saja diinternet tanpa memikirkan dapak negative maupun positif dari penggunaan internet itu sendiri.

Peran remaja tidak bisa dilepaskan dari internet, termasuk di dalamnya sosial media. Tidak seperti orang dewasa yang pada umumnya sudah mampu mem-filter hal-hal baik ataupun buruk dari internet, remaja sebagai salah satu pengguna internet justru sebaliknya. Selain belum mampu memilah aktivitas internet yang bermanfaat, mereka juga cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka tanpa mempertimbangkan terlebih dulu efek positif atau negatif yang akan diterima saat melakukan aktivitas internet tertentu (Qomariyah, 2011).

Baru-baru ini sedang hangat-hangatnya dengan kasus seorang pelajar perempuan yang berasal dari Medan sebagai bahan pembicaraan di dunia maya. Remaja SMA yang bernama Sonya Depari terlihat sedang berdebat seorang polwan dan mengaku bahwa dia seorang anak jendral BNN Arman Depari di sebuah video yang tersebar luas di internet. Akibatnya, dari pihak netizen yang melihat kejadian itu kurang senang dengan tindakan Sonya dan menanggapi dengan pem-bully-an yang kurang pas.

Sonya bisa dibilang merupakan korban cyberbullying. kehidupan koraban akan terganggu akibat cyberbullying yang diberikan oleh netizen. Apalagi dengan maraknya pengguna internet yang melakukan cyberbullying terhadap Sonya secara berulang dan berkelanjutan. Korban akan semakin merasa terintimidasi dan ditindas secara online. Hal ini akan membuat korban mengalami gangguan psikologis akibat cyberbullying.

Juvonen (2008) mengungkapkan bahwa berkembangnya penggunaan teknologi komunikasi khususnya pada remaja, dunia maya menjadi wadah baru yang beresiko bagi aksi kekerasan. Efek negatif dalam berinternet yang akhirnya menimbulkan perilaku kekerasan pada dunia maya disebut dengan cyberbullying.

Cyberbullying dalam dunia maya berpengaruh besar pada kehidupan remaja, dalam hal ini Willard (2004) dalam Juvonen (2008) menyatakan tidak ada jalan keluar dalam cyberbullying (no escape). Juvonen (2008) juga menjelaskan para remaja enggan memberitahu orang tua mereka mengenai insiden-insiden online yang terjadi pada mereka disebabkan mereka tidak mau orang tua membatasi kegiatan online mereka. Oleh karena itu, Juvonen berkesimpulan cyberbullying bisa menjadi beban bagi para remaja karena dapat terjadi untuk waktu yang lama.

Tindakan cyberbullying pada internet khususnya pada media sosial tidak mengarah kepada perempuan saja atau laki-laki saja, dengan kata lain cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin (gender). Juvonen (2008) dan Patchin & Hinduja (2012) menyatakan bahwa cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin. Dalam pemaparan Lindfors et al (2012), beberapa penelitian menunjukan keseimbangan dalam hal siapa yang menjadi korban cyberbullying baik laki-laki maupun perempuan.

Menurut Patchin & Hinduja (2012), seseorang yang menjadi korban cyberbullying adalah seseorang yang juga menjadi korban bully di sekolah. Adapun para pelaku cyberbullying adalah orang-orang yang cenderung agresif dan sering melanggar aturan (Ybarra & Mitchell, 2007, dalam Hinduja & Patchin 2012). Menurut Ayuningtyas (2013), perilaku cyberbullying di Indonesia sebenarnya adalah masalah baru seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Belum banyak penelitian yang memfokuskan diri untuk mengangkat masalah ini sehingga kasus cyberbullying ini juga tidak dapat terungkap kepermukaan seluruhnya, padahal dampak kaus ini cukup berbahaya.

Kesimpulan

Cyberculture merupakan sebagai budaya baru di era kemajuan teknologi yang di anut oleh masyarakat modern. Akan tetapi kini telah merubah gaya hidup dan perilaku dalam kehidupan social. Melalui media social manusia mudah berinteraksi dan berbagi dengan mudahnya. Media social merupakan tempat berinteraksi antar manusia secara tidak bertatapan muka secara langsung, sehingga manusia sering menyalahgunakan dan semaunya sendiri melakukan hal yang mungkin tidak diinginkan oleh pihak yang bersangkutan. Hal tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi korban maupun pihak pembully.

Daftar Pustaka

  • Patchin, Justin W. & Sameer Hinduja. (2012). Cyberbullying Prevention And Response: Expert Perspectives. New York: Routledge
  • Qomariyah, Astutik Nur. (2011). Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan. Surabaya: Universitas Airlangga
  • Juvonen, Jaana, Phd & Elisheva F. Gross, Phd (2008). Extending the School Grounds?—Bullying Experiences in Cyberspace. Journal of School Health, American School Health Association

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun