Sebelum menerapkan lockdown dan membuat jaminan sosial bagi masyarakat yang terkena lockdown mari membahas kekurangan yang ada dalam program pengentasan kemiskinan dan solusi yang bisa menutup atau meminimalisir kekurangan tersebut.
Sudah banyak program pemerintah untuk mengatasi kemiskinan tapi masih banyak orang miskin yang terlihat dijalan atau kasus orang miskin yang tidak terbantu oleh program tapi disisi lain ada orang kaya yang mendapat bantuan dari program pemerintah.
Hal ini terjadi karena program pemerintah masih berpatokan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) sehingga hanya orang miskin yang memiliki KTP dan KTP pun masih bersyarat yaitu bantuan dari dinas sosial hanya diberikan kepada orang miskin yang terdaftar dan memiliki KTP dalam wilayah kerja Dinas Sosial kabupaten atau kota yang sama.
Jadi orang yang  ber-KTP Surakarta yang merantau ke kota Bekasi dan tertimpa musibah sehingga terjerat kemiskinan maka pemerintah daerah kota Bekasi tempat orang Surakarta merantau tersebut tidak bisa memberikan program bantuan kepada perantau miskin tersebut.
Kendala lain adalah banyak orang miskin yang tidak ber-KTP atau tercatat dalam dinas kependudukan karena tidak memiliki tempat tinggal alias tuna wisma.
Banyak kriteria miskin juga menjadi kendala lain bagi penyaluran bantuan secara lebih cepat ini bisa dilihat dari kasus seorang penderita penyakit di sragen yang tangan dan kakinya kaku harus terpaksa berbulan-bulan tidak mendapat bantuan dari dinas sosial karena adanya pemindahan kriteria penerima bantuan yaitu dari bantuan untuk orang miskin menjadi bantuan untuk orang difabel.
Untuk itu perlu penyederhanaan dalam proses penyaluran bantuan pemerintah untuk warga miskin dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian agar tidak disalagunakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Beberapa bantuan pemerintah memiliki beberapa kelemahan misal bantuan beras miskin, ada desa yang menerapkan masing-masing Rukun Tetangga (RT) diberi jatah beberapa karung beras kemudian kebijakan pembagian diserahkan kepada ketua RT dan disini timbul masalah karena ada ketua RT yang berdasarkan rapat RT membagikan merata seluruh warga tapi ada juga yang sesuai daftar warga miskin yang tercatat di kelurahan saja ada juga memberikan kebijakan untuk memberi bagian kepada warga miskin yang tidak tercatat dengan mengurangi sebagian jatah warga miskin yang tercatat.
Pencatatan orang miskin di Indonesia juga masih jadi masalah, ada orang kaya yang masuk dalam daftar orang miskin tapi di sisi lain ada orang miskin yang tidak tercatat maka bisa kita lihat berita ketika ada daerah yang membuat program menandai keluarga miskin dengan papan pemberitahuan  yang menyebut keluarga tersebut miskin banyak yang keberatan bahkan ditemukan keluarga miskin tersebut memiliki mobil.
Ada juga orang miskin yang tidak masuk dalam data pemerintah karena orang tersebut orang yang sudah dewasa/ tua miskin merupakan satu keluarga besar masih dalam satu Kartu Keluarga (KK) dimana pemerintah hanya memberikan bantuan kepada satu KK saja dan karena yang diberikan satu KK saja yaitu orang tuannya saja maka anak --anak orang miskin yang sudah dewasa tersebut tidak dapat bantuan dari pemerintah meski dalam kehidupan sehari-hari sudah hidup sendiri-sendiri.
Ada juga anak yatim piatu atau orang dalam gangguan jiwa atau orang tua sebatang kara atau orang yang memiiki keterbatasan lainnya yang tidak bisa mengurus administrasi untuk bisa masuk dalam program bantuan pemerintah sehingga mereka masih terjebak dalam kemiskinan misal bayi yang dibuang orang tuanya dia akan sulit dapat bantuan dari pemerintah karena tidak diketahui orang tua dan tempat tinggal aslinya..