Fakta mengejutkan tentang Indonesia kembali terjadi. Indonesia menjadi negara yang menempati peringkat ke-3 dari negara paling endemis Kusta di dunia, setelah India dan Brazil. Data WHO yang diungkapkan oleh NLR Indonesia, menyatakan bahwa pada 2018 telah dilaporkan terjadi 17.017 kasus kusta baru, yang 6,6% kasus di antaranya sudah lebih parah, yaitu cacat tingkat dua pada saat diagnosis. Pada data yang sama, ditemukan 10,9% kasus ini terjadi pada anak.
Mengenal Kusta Lebih Dekat
Kusta sendiri merupakan penyakit yang menyerang berbagai bagian tubuh, di antaranya saraf dan kulit. Bila tidak ditangani dengan baik, Kusta bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf, dan mata hingga membuat seseorang berujung pada kondisi disabilitas.
Menurut sejarahnya, Kusta menjadi salah satu penyakit tertua yang pernah ada di dunia. Penyakit ini sejatinya telah ada sekitar 300 SM, di daerah Mesir, India, dan sebagian menyebutkan Thailand.
Penyakit ini menyimpan kekelaman bagi penderitanya. Sejak dahulu kala, stigma (pandangan negatif) masyarakat tentang kusta sebagai penyakit kutukan sudah ada. Sejak ada pembuktian secara ilmiah bahwa penyakit ini di sebabkan oleh bakteri, barulah stigma itu mulai memudar.
Pembuktian ilmiah akan Kusta pertama kali diidentifikasi dari kuman yang disebut dengan Mycobacterium Leprae oleh seorang ilmuwan bernama DR Gerrad Armaurer Henrik Hansen dari Norwegia pada tahun 1873. Â Kusta, berasal dari bahasa Sansekerta 'Kustha', sedangkan dalam bahasa Inggris penyakit ini disebut dengan Lepra/Leprosy.
Membangun Ekspresi Cinta Diri Penyintas Kusta melalui Layanan Kesehatan dan Perawatan DiriÂ
Seiring waktu dan modernisasi, penelitian demi penelitian akurat mulai dikembangkan untuk mengeliminasi penyakit ini dari edaran masyarakat. Namun, masih banyak masyarakat, khususnya masyarakat di daerah sulit akses informasi dan teknologi masih beranggapan bahwa penyakit ini adalah kutukan. Â
Apa yang membuat penyakit ini masih tetap merajalela meski sudah banyak penanganan dan perawatan medis? Salah satu masalah yang menghambat upaya penanggulangan kusta tak lain adalah terlambatnya penanganan akibat minimnya pengetahuan masyarakat tentang gejala kusta, dan tingginya diskriminasi yang diterima oleh penyintas kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).
Tak sampai di sana, stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK membuat mereka mengalami kesulitan dalam menikmati hak kehidupan sosial-ekonomi. Hak sosial itu bisa berupa penerimaan di masyarakat, penerimaan di tempat kerja, dan penggunaan fasilitas umum. Mirisnya lagi, hal ini bahkan termasuk ketimpangan dalam penanganan pelayanan kesehatan. Padahal suksesnya penanggulangan penyakit ini berhubungan erat dengan mudahnya akses pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan masyarakat, serta pengetahuan akan perawatan diri.
Oleh karena itu, demi membantu saudara-saudara penyintas Kusta (OYPMK/Orang yang pernah Mengalami Kusta) kembali membangun penerimaan dan cinta diri, menumbuhkan keinginan sembuh, dan kepedulian mereka kepada orang lain terhadap penyakit ini, mari suarakan Kusta dengan 6 poin penting berikut ini:
- Kusta bukanlah penyakit kutukan atau keturunan,
- Kusta bisa disembuhkan,
- Semakin cepat dideteksi, maka terjadinya disabilitas bisa dicegah,
- Obat untuk penyakit Kusta bisa didapatkan secara gratis di Puskesmas,
- Stop stigma dan diskriminasi pada penyintas Kusta (OYPMK),
- Kusta bukan penghalang untuk berkarya, OYPMK memiliki kesempatan yang sama dalam masyarakat.