Stephen Hawking pada bagian awal bukunya mengatakan bahwa 'filosofi telah mati'. Filosofi sudah tidak mengimbangi kemajuan terkini dalam sains, terutama fisika. Para ilmuwan telah menjadi pemegang obor penemuan dalam perjalanan pencarian pengetahuan(hawking,2010:5).
Bisa jadi, uangkapan itu muncul karena Hawking seorang ilmuwan fisika yang dengan prasangka buruk bisa dipahami bahwa hal itu hanya soal 'arogansi' belaka. Ibarat kata orang Jawa "Sopo wonge sing gelem ngalem ndhas sepur?" yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti "Tidak ada orang yang mau memuji orang lain".
Hanya saja, berburuk sangka kepada manusia sekelas Hawking barang kali bukanlah sikap yang tepat. Ia telah membuktikan bahwa pemikiran-pemikirannya mampu mengurai banyak hal yang sepertinya tak terurai.Maka mengamini pemikiran-pemikirannya, kiranya cukup adil untuk buah kerja kerasnya itu.
Berbeda dengan dunia semesta yang dibidik oleh Hawking, dunia kecil kita yang bernama Indonesia, ternyata justru dipenuhi obor=obor yang telah mati. Pemimpin yang seharusnya berpikir untuk kemaslahatan rakyatnya, ternyata telah mati nuraninya. Wakil=wakil rakyat yang dipilih dengan segala keresahan ternyata hanya menghasilkan barisan 'pedagang' yang memperdagangkan segala sesuatunya. Menyesakkan mendengar bagaimana swasta bisa menjadi penentu hitam-putihnya proyek-proyek yang dibiayai dengan negara yang nota bene uang rakyat.
Kejujuran yang konon mata uang untuk segala waktu dan situasi, kini telah kehilangan harganya. Kebohongan telah begitu terbuka digelar, bahkan disiarkan secara nasional, dipaparkan langsung ke mata anak bangsa. Lantas pertanyaannya, apakah dalam situasi seperti ini kita masih pantas berbaik sangka kepada mereka itu?
Kalaupun masih ada yang bisa dibaiksangkakan kepada mereka barangkali hanya mungkin mereka punya motif 'istimewa' atas segala perbuatannya itu. Mungkin mereka sengaja melakukan itu demi 'membebaskan rakyat' dari tanggung jawab dosa di hari akhir nanti. Maka, mari kita tunggu, siapa tahu dalam sidang di pengadilan Tipikor selanjutnya ada yang membuat pembelaan,"Saya melakukan ini demi membebaskan rakyat dari dosa. Biarlah kami saja yang masuk neraka. Minimal, kami sudah merasakan nikmatnya dunia" Ah, semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H