Melalui http://www.sergur.pusbangprodik.org , diberitahukan bahwa akhirnya pengumuman hasil UKA yang telah berlangsung tempo hari diundur. Pengumuman yang sedianya akan dirilis hari ini(18/3/2012), dimundurkan menjadi tanggal 22 Maret 2012.
Meski demikian, Mendiknas sudah merilis garis besar hasil UKA tersebut. Rata-rata nilai yang diperoleh secara nasional hanya mencapai 42.25. Untuk nilai tertinggi mencapai 97.0. Sepuluh daerah yang menempati 10 besar berurutan adalah: DI Jogjakarta(50.1), DKI Jakarta(49,2), Bali(48,9), Jawa Timur (47,1), Jawa Tengah (45,2), Jawa Barat (44,0), Kepulauan Riau (43,8), Sumatera Barat (42,7), Papua (41,1) dan Banten (41,1)( http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/16/2212161/Inilah.10.Provinsi.dengan.Hasil.UKA.Tertinggi).
Rendahnya nilai hasil UKA secara nasional itu boleh jadi dipandang sebagai ‘borok’ guru Indonesia yang terungkap. Boleh jadi, ini akan menguatkan tudingan bahwa ‘guru’lah sumber utama penyebab merosotnya mutu pendidikan kita. Bahkan, guru yang selama ini menjadi ‘kambing hitam’ dalam segala permasalahan pendidikan akan menjadi semakin ‘hitam’.
Sinyalemen itu nampak dari pernyataan "Itu yang tertinggi, dan dengan berat hati, saya harus menyebutkan bahwa lima provinsi yang memperoleh nilai rata-rata terendah, adalah Maluku (34,5), Maluku Utara (34,8), Kalimantan Barat (35,40), Kalimantan Tengah (35,5), dan Jambi (35,7)," kata Nuh kepada para wartawan, di gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (16/3/2012)( http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/16/2212161/Inilah.10.Provinsi.dengan.Hasil.UKA.Tertinggi).
Seharusnya pemerintah cq Mendiknas tidak perlu ‘dengan berat hati’ menyebutkan daerah-daerah tersebut sebagai daerah dengan nilai terendah. Andai saja Pemerintah mau dengan lapang dada memertimbangkan distribusi akses(khususnya informasi) terhadap daerah-daerah tersebut, boleh jadi hasilnya tidak seperti itu. Maka, pernyataan tersebut boleh jadi sebagai indikasi bahwa Pemerintah terkesan ‘lepas tangan’ atas terjadinya hasil yang rendah itu.
Namun, meski Pemerintah punya cara pandang yang ‘miring’ terhadap hasil UKA tersebut, sebagai guru kita tidak boleh patah semangat. Guru adalah pejuang. Akan lebih baik dan positif bila hasil itu kita jadikan sebagai tantangan untuk terus memerbaiki diri. Tak perlu lagi menunggu langkah pemerintah, mari kita mandiri. Kita bangun silaturahmi, saling berbagi, dan saling memberi informasi. Gunakan jalur maya(internet)sebagai alternative mengatasi masalah komunikasi. Mari, gelorakan semangat! Bangkit guru Indonesia!
@Tulisan ini juga bisa dibaca di http://guraru.org    (sebuah blog keroyokan untuk guru)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H