Mohon tunggu...
Isna Puryanta
Isna Puryanta Mohon Tunggu... -

Barangkali, sayalah guru gagal itu. Gagal setia pada keadaan menjadi suruhan pelaksanaan kebijakan. Gagal paham dengan arah kejujuran pendidikan. Dan gagal berpasrah pada buruknya keadaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Modyar" Oplosan

4 Desember 2014   22:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gemas rasanya kembali mendengar ada warga masyarakat yang meregang nyawa gara-gara minum miras oplosan. Mereka seolah tidak pernah belajar dari kasus-kasus yang sudah sering terjadi. Atau mereka memang memiliki keberanian luar biasa sehingga berani berbuat seperti itu? Entahlah!

Akan tetapi, fenomena 'modyar oplosan', maaf kalau kasar karena begitu gemasnya dengan persoalan ini, kiranya perlu dicari akar sebabnya. Banyak yang mengatakan bahwa itu karena kebodohan semata. Bagaimana tidak bodoh, lha kadang obat nyamuk juga dimasukkan dalam oplosan miras tersebut. Kematian bukan lagi menjadi sesuatu yang aneh dan menggemparkan seharusnya bila itu sampai terjadi.

Lebih jauh dari sekedar kebodohan mereka yang masih bermain nyawa dengan minum oplosan, sepertinya ada sebab lain yang ikut andil. Boleh jadi, orang-orang itu frustasi karena tidak juga mendapatkan pekerjaan. Bagaimana mau mendapatkan pekerjaan ketika sektor manufaktur tidak berkembang? Andai sektor ini berkembang tentu bisa membuka banyak lapangan kerja yang memungkinkan orang-orang itu bisa bekerja.

Seperti saya bahas dalam tulisan yang lalu, mandeknya sektor manufaktur adalah salah satu bentuk 'kutukan' dari kayanya bangsa ini akan sumber daya alam. Sumber daya alam yang berlimpah menyebabkan manusianya menjadi manja. Mereka tak perlu bekerja keras, karena ibarat nasi tinggal memakan saja. Dan nasi telah menjadibubur. Kekayaan SDA tidak lagi membawa kesejahteraan, tetapi justru menjerumuskan kita kepada kemanjaan. Alhasil, kreativitas tak bertumbuh. Frustasi muncul menjadi satu-satunya buah yang bisa dipetik.

Di kalangan 'lain', bisa jadi frustasi berkepanjangan itu muncul dalam bentuk tindak terorisme. Mereka menjadi begitu mudah dibujuk untuk terlibat dalam kegiatan terorisme dengan iming-iming surga. Namun, frustasi bisa pula muncul dalam bentuk 'bunuh diri' dengan penuh kegembiraan, yaitu 'modyar oplosan'. Nah, masih mau terbekap oleh kutukan sumber daya alam yang melimpah ruah itu?

#Untuk lebih jelas tentang Kutukan Sumber Daya Alam silakan baca di www.samsurizal.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun