Mohon tunggu...
Ir. Sukmadji Indro Tjahyono
Ir. Sukmadji Indro Tjahyono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Sosial, Politik, dan Militer

Eksponen Gerakan Mahasiswa Angkatan 1977-1978 dan Pengarah Jaringan Aktivis Lintas Angkatan (JALA). Menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menjadi Presidium Pejabat Ketua Dewan Mahasiswa ITB pada 1977. Selama berkuliah, aktif dalam gerakan mahasiswa serta ditahan dan diadili pada 1978. Dalam pengadilan, ia menuliskan pleidoi legendarisnya, berjudul Indonesia di Bawah Sepatu Lars. Pernah menjabat Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bidang IPTEK dan Lingkungan Hidup (2000). Sampai saat ini, Indro aktif dalam organisasi lingkungan hidup (SKEPHI) yang peduli dengan kelestarian hutan dan sumber daya air. Di samping itu, berminat dengan isu Hak Asasi Manusia, sosial, politik, dan militer.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Impor Pangan Sama dengan Bunuh Diri Massal Petani

30 September 2015   09:56 Diperbarui: 30 September 2015   13:59 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto

Beberapa waktu yang lalu diadakan pertemuan antara wakil Presiden, Menteri Negara BUMN, Menteri Pertanian, dan Direktur Utama BULOG yang diperkirakan membahas persediaan beras dan dampak iklim ekstrim El Nino. Seusai pertemuan, Wapres Jusuf Kalla memberi isyarat bahwa impor beras dapat dilakukan jika pasokan dan stok beras tidak mencukupi. Namun selang sehari, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah belum memutuskan untuk impor beras. Terakhir Ketua MPR menimpali, kalau kurang beras sebenarnya memang lakukan saja impor beras.

Sikap banci pemerintah di bidang pangan dan pertanian untuk impor atau tidak impor beras di atas hendaknya segera diubah. Hal ini mengingat bahwa pertanian pangan melibatkan banyak faktor dan pada prakteknya membutuhkan kepastian. Selain itu sebagai komoditas yang sensitif dari segi harga dan stok, bidang pangan mengharuskan kesiapan, kecermatan, dan keandalan dalam mengendalikan berbagai variabel makro politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

MENGALAMI MALAPETAKA

Akan tetapi setelah Bung Karno menyatakan bahwa pangan adalah soal hidup-matinya bangsa, rezim-rezim berikutnya tidak secara konsisten dan konsekuen melaksanakan amanat tersebut. Rezim Suharto menaruh minat terhadap swasembada pangan, tetapi di lain pihak membiarkan potensi pertanian tergerus oleh pembangunan sektor lainnya. Setelah reformasi sejak era Gus Dur sampai rezim sekarang, dalam urusan pangan, pemerintah masih terbatas meneriakkan slogan dan bertindak plin-plan.

Pada tahun 1952 saat peletakan batu pertama Institut Pertanian Bogor (IPB) Bung Karno berpidato: “Rakyat Indonesia akan mengalami celaka, bencana, malapetaka dalam waktu dekat, kalau soal makanan rakyat tidak segera dipecahkan. Sedangkan soal persediaan makanan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup atau mati. Camkan, sekali lagi camkan, kalau kita tidak camkan soal makanan rakyat ini secara besar-besaran, secara radikal, dan revolusioner; kita akan mengalami malapetaka”.

Mengatasi pangan dengan cara menerjemahkan pidato Bung Karno tersebut, itulah tantangan kita saat ini. Namun celaka, bencana, dan malapetaka yang disebut-sebut Bung Karno itu sayangnya sudah terjadi saat ini. Antara tahun 2000 – 2010 laju impor komoditas tanaman pangan utama mengalami laju perkembangan nilai yang fantastis; beras (25,35%), jagung (34,13%), kedelai (3,81%), kacang tanah (15,33%), ubi jalar (27,57%), dan ubi kayu (29,19%). Padahal semua komoditas ini sebenarnya merupakan tanaman pangan tradisional yang sudah sejak dahulu kita tanam sendiri di negeri ini.

Indonesia akhirnya sekarang telah menjadi negara importir pangan terbesar dengan nilai impor mencapai 12 miliar dolar AS setahun. Impor pangan Indonesia dengan jumlah penduduk peringkat keempat ini bahkan mengungguli India dan Cina. Di Indonesia anehnya nilai impor komoditas pangan selalu meningkat menjelang diselenggarakannya Pemilu/Pilpres di tanah air.

MENTALITAS CALO HAMBAT PERTANIAN PANGAN

Ketergantungan terhadap impor pangan tampaknya sulit diretas mengingat keuntungan dari impor pangan sangat menggiurkan. Alpanya pemerintah dalam pengendalian harga pangan telah menciptakan disparitas harga yang cukup besar antara di luar dan dalam negeri yang menyisakan profit margin yang luar biasa bagi perusahaan yang memegang ijin impor. Arus deras impor produk pangan luar negeri inilah yang membuat collaps pertanian dalam negeri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun