duri dustanya menorehkan luka,
tiga bulan berlalu, getir itu masih bernapas,
menjadi saksi munafik yang bersembunyi dibalik lugu senyuman
Langkahnya, penuh ambisi, menapak tanjakan curam
hingga akhirnya tergelincir,
mahkotanya jatuh! terhempas bersama egonya,
Oh ampun! bagai kilat menyambar hati!
jerit sakitnya, hingga kini bergema di sanubariku, menggantung di ruang-ruang pikiranku
Syukur, raganya selamat, meski jiwanya patah
Kini, aku berharap ia memilih jalan berbatu,
yang membisikkan kejujuran di setiap likunya
belajarlah dari luka ini, jangan bermain api.
adakah ruang untuk penyesalan?
atau hanya angin yang membawa pesan kosong?
Tuhan, semoga hatinya dipulihkan,
dan langkahnya kembali lurus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H