Mohon tunggu...
Money Pilihan

Breaktrough Energy Planning Program "Antisipasi Defisit Listrik di Pulau Bali"

13 Mei 2019   13:39 Diperbarui: 13 Mei 2019   18:05 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulau Bali merupakan salah destinasi internasional  yang juga merupakan jendela dunia melihat Indonesia. Pariwisata Bali sangat terkenal dengan wisata budaya dan keindahan alamnya. Industri pariwisata sangat berkembang pesat dari fasilitas hotel, restaurant, sarana hiburan termasuk industri jasa.  Dari tahun ketahun Pulau Bali selalu dinomabatkan sebagai salah satu wisata top dunia, tahun 2019 menduduki peringkat ke 5 setelah Inggris, Paris, Roma dan Crete dari 25 wisata top dunia versi Tripadvisori 2019. Wisatawan yang berkunjung ke Bali selain wisatawan mancanegara juga wisatawan domistik. Berdasarkan data BPS tahun 2017, kunjungan wisatawan mancanegara yang datang melalui bandara Ngurah Rai mencapai 40,47% dari total kedatangan wisatawan di seluruh Indonesia dengan peningkatan sebesar 1,06% sedangkan untuk di tahun 2018 terdapat kenaikan yang sangat signifikan mencapai 11,7%.

Luas area provinsi Bali mencapai 5.780,06 km2, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 total  dan populasi penduduk mencapai 4.246.500 jiwa, atau sekitar 1,62% penduduk Indonesia. Tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Bali di tahun 2017 mencapai 5,59% berada diatas tingkat pertumbuhan rata-rata nasional yang hanya mencapai 5,07%, dengan basis industri pariwisata yang menjadi poros utamanya. Berkembangnya industri pariwisata di Bali meningkat setiap tahunnya, salah satu infrastruktur utama yang mendukung perkembangan industri pariwisata dan ekonomi Bali adalah listrik maka sudah sepantasnya PT. PLN (Persero) mencanangkan sistem tenaga listrik Bali sebagai “World Class Services” sehingga diperlukan kesiapan, keandalan peralatan dan mutu layanan sistem yang berkualitas. Komposisi jumlah pelanggan listrik di Bali dominan adalah rumah tangga yang mencapai 81% yang disusul oleh bisnis mencapai 12% dan sisanya terdiri atas pelanggan pemerintahan, sosial. Namun dari sisi penjualan listrik didominasi oleh pelanggan bisnis yang mencapai 48% dari total penjualan listrik.

Sumber kelistrikan di Bali dipasok oleh pembangkit yang ada di pulau Bali sendiri yaitu PLTG Gilimanuk-Jembrana (130 MW), PLTDG & PLTG Pesanggaran-Denpasar (312 MW), PLTG Pemaron-Singaraja (80 MW) yang dikelola oleh PT Indonesia Power (anak perusahaan PT. PLN (Persero)) serta terdapat pembangkit PLTU Celukan Bawang (380MW) yang dikelola oleh swasta (PT. General Energy Bali) selain itu Bali juga dipasok dari Sistem Jawa yang saling intekoneksi melalui SKLT (Saluran Kabel Laut Tegangan Tinggi) sebanyak 4 sirkuit dengan daya mampu 380 MW dengan tegangan 150 KV. Jadi dengan total mampu pasok listrik Bali mencapai 1292 MW. Dalam operasinya juga didukung oleh 17 buah Gardu Induk yang tersebar di seluruh kabupaten di Bali.

foto-sistem-kelistrikan-bali-1-5cd83ab06db84368b716a745.png
foto-sistem-kelistrikan-bali-1-5cd83ab06db84368b716a745.png
Tingkat pertumbuhan listrik di Bali rata-rata mencapai 6,91% per-tahun dengan tingkat rasio elektrifikasi yang mencapai 94,47% di Tahun 2017. Berdasarkan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PT. PLN (Persero) 2019-2028 pertumbuhan beban puncak tahunan di Bali diproyeksikan mencapai rata – rata 6.31% atau kenaikan lebih dari 55 MW per tahun serta pertumbuhan penjualan listrik sebesar 6,51%. Beban Puncak Bali tahun 2018 mencapi 860 MW dan diperkirakan di tahun 2019 akan mencapai 932 MW dengan pusat beban berada di daerah Bali Selatan yaitu Denpasar dan sekitarnya. Untuk menekan biaya penyediaan listrik di Bali maka untuk melayani beban di Bali, PT PLN (Persero) mengoptimalkan operasi pembangkit non-BBM yaitu PLTU Celukan Bawang (batubara) dan PLTDG Pesanggaran (Gas-LNG) dan supply dari Jawa dengan kapasitas daya mampu 912 MW. Bila mengacu dari pertumbuhan beban puncak maka kondisi kelistrikan Bali akan terjadi potensi defisit pasokan listrik pembangkit non-BBM sampai dengan tahun 2023 jika tidak adanya tambahan pasokan, sehingga pembangkit BBM harus beroperasi untuk menutupi defisit ini, dampak yang ditimbulkan dengan operasinya pembangkit BBM adalah selain biaya yang mahal juga menimbulkan peningkatan polusi udara berupa emisi gas CO2,CO, NOx, SOx, Partikulat dll. Mengacu pada RUPTL 2019-2028 untuk Bali sampai dengan 2023 hanya ada penambahan pembangkit PLTS (tenaga surya) namun karena karakteristik pembangkit jenis ini sangat dipengaruhi intensitas sinar matahari yang tidak dapat diprediksi maka kestabilan pasokan dari pembangkit PLTS ini tidak dapat dijamin sepenuhnya. Defisit di Bali mengacu RUPTL akan teratasi sepenuhnya setelah tahun 2024 dengan rencana masukknya Bali Crossing 500 KV dengan kapasitas mencapai 2000 MW yang disupply dari Sistem Jawa. Berikut adalah potensi terjadinya defisit pembangkit non-BBM di Bali tahun 2019-2023. 

potensi-defisit-di-bali-5cd84c3375065715032d3ae6.png
potensi-defisit-di-bali-5cd84c3375065715032d3ae6.png
Pulau Bali sendiri sesungguhnya memiliki potensi pembangkit dengan energi baru-terbarukan (EBT) yang cukup besar diantaranya : PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)di Bali Barat dan Bali Timur, PLTP (Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi) di Begudul, Gunung Batur, Banyu Wedang dan Tabanan, PLTMh (Pusat Listrik Tenaga Mini Hidro) di sungai Telagawaja,Ayung, Tukad Daya, Sambangan, PLTBm (Pusat Listrik Tenaga Bio Massa) di Bangli, PLTSa (Pusat Listrik Tenaga Sampah) di TPA Sarbagita serta PLTB (Pusat Listrik Tenaga Bayu) dan PLTH (Pusat Listrik Tenaga Hybrid) di Nusa Penida dengan total potensi yang mampu dibangkitkan mencapai 400 MW. Pembangkit EBT merupakan pembangkit Renewable Energy yang ramah lingkungan sehingga dapat mendukung program "Bali Go Green" yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Namun dalam kenyataannya pengembangan pembangkit EBT di Bali kurang tumbuh dengan baik, sehingga perlu dukungan dari seluruh stakeholder untuk mendorong pengembangan pembangkit EBT di Bali.

Terkait potensi terjadinya defisit pembangkit di Sistem Bali di Tahun 2019-2023 maka penulis mencoba menyampaikan beberapa alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan defisit yang terjadi. Analisis terhadap alternatif solusi dilakukan terhadap besarnya biaya tahunan (anual cost) serta biaya emisi CO2 yang dihasilkan dan dalam melakukan analisa terhadap rencana pengembangan energi di Bali penulis menggunakan software EnergyPLAN yang dikembangkan oleh Kelompok Penelitian Perencanaan Energi Berkelanjutan di Aalborg University, Denmark. Pada aplikasi ini dapat melakukan simulasi operasi sistem energi nasional setiap jam, termasuk listrik, pemanas, pendingin, industri, dan sektor transportasi. Namun dalam artikel ini, kami hanya fokus dalam melakukan simulasi pada sistem ketenagalistikan yang terdapat di provinsi Bali. Simulasi dasar dalam pengembangan energi listrik mengacu RUPTL tahun 2019-2028, selain itu kami juga melakukan mengusulkan alternatif solusi lainnya berupa program-program inovasi dan terobosan berdasarkan potensi yang ada di Bali dan trend perkembangan teknologi terkini. Software EnergyPLAN mampu menghitung balancing energi serta besarnya biaya tahunan dan biaya emisi CO2 yang dihasilkan. Selain itu, kami juga melakukan analisis Load Flow untuk mengetahui tingkat kualitas, keandalan dan efesiensi dari masing-masing skenario yang dibuat.

Metode penentuan solusi alternatif terbaik adalah dengan melakukan pembobotan yang dinilai dari 3 aspek yaitu : Aspek Energy Security; Aspek Energy Affordability dan Aspek Energy Sustainability terhadap skenario RUPTL dengan beberapa skenario lainnya yang penulis sampaikan. Untuk mengatasi permasalahan defisit listrik di Sistem Bali, penulis menyampaikan 5 skenario alternatif.

Skenario  1  : Pengembangan mengacu RUPTL 2019-2028

Pada Skenario ini pengembangan listrik mengacu pada RUPTL PT. PLN (Persero) 2019-2028, dimana selain pembangkitan yang sudah ada, akan ada rencana penambahan pembangkit yang berasal dari sumber energi baru terbarukan. Penambahan itu antara lain pembangunan PLTS Bali Barat 50 MW, PLTSa Sarbagita 15 MW dan PLTBm 0.9 MW. Pada skenario 1 sesuai RUPTL dengan tingginya pertumbuhan beban puncak maka pembangkit BBM akan masih berpotensi beroperasi untuk menutupi defisit selama tahun 2019-2023 hal ini dapat berdampak pada peningkatan biaya penyediaan listrik dan peningkatan emisi udara.

Skenario 2 : Skenario 1 + Gasifikasi PLTG 1-2 Pesanggaran + Penambahan RES : PLTMH, PLTP, PLTS

Skenario kedua adalah dengan melakukan penambahan alternatife pembangkit selain yang ditawarkan RUPTL. Yakni dengan melakukan gasifikasi PLTG 1-2 Pesanggrahan kapasitas 35 MW dimana hal ini merupakan salah satu upaya jangka pendek mengatasi defisit dengan memanfaatkan kemampuan supply gas di Pesanggaran selain itu mendorong pembangunan pembangkit PLTP Bedugul, Batur dan BW dengan kapasitas masing-masing 110 MW, 40 MW dan 10 MW. dan PLTS di Bali Timur kapasitas 50 MW. Terkait kendala pembangunan PLTP harus segera diselesaikan oleh seluruh stakeholder terkait demi kehandalan supply energi di Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun